Mudik, Pulang Kampung, dan Netralitas Bahasa Hukum

- Redaksi

Sabtu, 25 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Haidar Adam

Haidar Adam

Oleh : Haidar Adam

Mudik dan Pulang Kampung dalam KBBI diartikan sama. Hal ini memang benar, karena secara teknis, orang-orang yang mudik memang kembali ke kampungnya masing-masing.

Di sisi yang lain, secara sosiologis juga mesti dilihat bahwa ada pemaknaan yang khas dari kata “mudik” ini. Mudik, setelah beberapa tahun belakangan dimaknai sebagai “ritual” kembali lagi ke kampung halaman menjelang hari raya yang bersifat sementara. Setelah hari raya, mereka akan balik lagi ke kota.

Karena itu, dalam keseharian, diluar momentum menjelang hari raya, ketika sambang ke kampung halaman, kita tak menyebutnya sebagai mudik. Penjelasan semacam ini, memang bagus untuk ahli dan pengamat bahasa. Namun tidak untuk negara.

Baca Juga  Kepada Siapa HMI Berpihak?

Bagi negara, dalam konteks pencegahan virus Covid-19, hasil akhirnya adalah sama, yaitu adanya orang-orang yang kembali ke kampung halamannya dari wilayah lainnya (biasanya kota). Wilayah sebelumnya, bisa jadi merupakan zona merah penyebaran Covid-19.

Mereka yang mudik bisa menjadi media penularan yang paripurna. Untuk itu, pelarangan mudik pada prinsipnya adalah pelarangan terhadap pergerakan orang demi mencegah penularan virus Corona.

Pelarangan ini juga merupakan turunan kebijakan dalam Kekarantinaan Kesehatan. Bahasa peraturan perundang-undangan menyebutkan pergerakan orang. Negara dapat melakukan pembatasan terhadap pergerakan orang maupun barang. Kata ini jelas lebih netral.

Masalah muncul ketika bahasa perundang-undangan ini diterjemahkan dalam komunikasi publik secara berbeda. Alih-alih menggunakan larangan pergerakan orang, Pemerintah menggunakan istilah larangan mudik. Mudah-mudahan hal ini dimafhumi sebelumnya.

Baca Juga  Pakar : UU Aborsi di AS Diruntuhkan Sejak 1973, Ini Kemenangan Kaum Konservatif

Mungkin ada pertimbangan efektivitas komunikasi di dalamnya. Semisal, kata mudik lebih bisa dipahami oleh khalayak dibandingkan ‘pergerakan orang” atau “mobilitas orang”.

Namun, hal ini bukan tanpa masalah. Sekali lagi, jika dipahami bahwa mudik adalah fenomena menjelang lebaran, atau puasa yang merujuk pada komunitas keyakinan atau etnis tertentu, hal ini berpotensi diskriminatif. Padahal, penyebaran virus ini dapat disebarkan oleh pergerakan orang tanpa melihat latar belakangnya.

Akan lebih baik jika pemerintah menggunakan istilah yang netral “seperti larangan pergerakan orang” dalam komunikasi publiknya. Hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan telah menyediakan hal itu.

Selain itu, penggunaan kata yang netral dapat mengurangi potensi bias dan diskriminasi. Sedangkan mudik, pulang kampung, balik kampung, natalan, Toron, atau istilah budaya lainnya dapat digunakan sebagai contohnya.

Baca Juga  Oligarki Politik: Destruksi Kinerja Penegakan Hukum

Terakhir, diskusi maupun perdebatan istilah ini jangan sampai menghilangkan esensi bahwa negaralah sebagai penanggung jawab utama. Entah mudik atau pulang kampung, yang terpenting negara tak abai pada warganya.

Terlebih mereka yang paling rentan. Skema yang baik harus disiapkan. Buruh yang tak lagi bekerja. Para pedagang kecil yang tak dapat lagi menggelar lapak dagangannya.

Jangan sampai ada cerita lagi tentang warga miskin yang harus meregang nyawa. Apalagi berapologi bahwa hal demikian adalah takdir adanya.

Penulis adalah Dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair)

Berita Terkait

Pelanggaran Masif & Berlanjut
ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi
Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada
Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso
Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik
Menilik Unsur Pidana Ketua KPU yang Dipecat Menurut UU TPKS, ‘Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari’
Efek Samping Konsumsi Daging Berlebihan, Risiko Dehidrasi dan Kesehatan Tubuh
Menjelang Pilkada, Waspadai Oknum di Lamongan yang Bermain di Medsos
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 22 September 2024 - 22:22 WIB

Pelanggaran Masif & Berlanjut

Jumat, 20 September 2024 - 07:32 WIB

ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi

Rabu, 18 September 2024 - 07:21 WIB

Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada

Senin, 16 September 2024 - 13:10 WIB

Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso

Rabu, 24 Juli 2024 - 21:31 WIB

Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik

Berita Terbaru

Kepala BRI Unit Pucuk, Mochamad Afnan Zainuri, saat menyerahkan bantuan program Klasterkuhidupku

Ekonomi

BRI Dorong UMKM Lamongan Maju Lewat Klasterkuhidupku

Sabtu, 5 Okt 2024 - 10:51 WIB