Redaksi.RadarBangsa.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fraksi Golkar, Azis Syamsuddin disebut meminta uang fee sebesar 8 persen dari mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
Hal itu diungkapkan Mustafa pada saat membesuk ayahandanya di Rumah Sakit Harapan Bunda Lampung Tengah dikutip RMOL. Rabu, (27/12/2019).
Menurut Mustafa, Azis Syamsuddin kalau itu menjabat sebagai Ketua Banggar saat ia meminta bantuan Terkait pengesahan Dana Alokasi Khusus (DAK) perubahan 2017 pada Badan Anggaran DPR RI.
KPK perlu menegakkan hukum secara profesional, objektif, imparsial, jujur dan adil melalui peradilan pidana (criminal justice system) termasuk memasukan pejabat negara yang memperdagangkan pengaruh atau dagang pengaruh (trading in influences) sebagai tindakan korupsi yang harus dikenakan sebagai delik kejahatan pidana.
Selama ini KPK sudah melakukan penegakan
Hukum terhadap para pelaku dagang jabatan tetapi delik yang dikenakan adalah delik korupsi bisa.
Saya meminta KPK lebih maju dari itu yaitu delik yang lebih maju sebagai
praktek akan gagasan munculkan dagang pengaruh sebagai penegakan hukum di bidang korupsi yang lebih progresif.
Dagang pengaruh atau tindakan memperdagangkan pengaruh demi keuntungan pribadi, rekan bisnis atau golongan merupakan perilaku koruptif yang menyimpang dari etika dan moralitas.
Perdagangan pengaruh yang dilakukan oleh sang pemangku jabatan, sanak saudara atau kerabat dekatnya adalah para aktor (actor of crimes) yang kita jumpai dalam negara-nagera dunia ketiga yang pemerintahannya cenderung otoriter, koruptif, dan miskin.
Kejahatan dagang jabatan sebagai sebuah tindakan perbuatan korupsi yang secara nyata tumbuh dan berkembang di Indonesia, kita lihat saja banyak pejabat negara baik di eksekutif, legislatif dan judikatif seperti Setya Novanto, Taufik Kurniawan, Irman Gusman bahkan hari ini Nama Azis Syamsudin disebut-sebut terlibat memperdagangkan pengaruh Dana Desentralisasi.
Namun sampai saat ini pemerintah belum menerapkan jenis delik trading in influence di dalam Undang-undang tindak pidana korupsi, padahal Undang-Undang Tipikor diadakan sejak tahun 1999 dan revisi terbatas di tahun 2001.
Seharusnya ketika Indonesia ratifikasi UNCAC tahun 2003 atau selanjutnya harusnya pemerintah melakukan penyesuaian melalui revisi terbatas UU Tipikor, termasuk memasukkan dagang pengaruh sebagai delik kejahatan dengan ruang lingkup yang jelas.
“Penulis adalah Komisioner Komnas HAM 2012-2017, Calon Pimpinan KPK yang digugurkan Pansel”