TANGERANG, RadarBangsa.co.id – Pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, menimbulkan kontroversi di kalangan nelayan setempat. Pagar bambu yang mulai dipasang sejak beberapa bulan lalu tersebut, menurut pengakuan nelayan, justru mengganggu aktivitas mereka. Tidak hanya itu, pembangunan pagar tersebut diduga mencurigakan karena memerlukan anggaran yang tidak sedikit, meskipun klaimnya untuk tujuan mitigasi bencana.
Sejumlah nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Nusantara (JRP) Kabupaten Tangerang mengungkapkan bahwa keberadaan pagar laut ini telah menghalangi mereka untuk melaut. “Kami kesulitan mencari ikan, terutama karena pagar-pagar itu menghalangi jalur kami,” ungkap Dulrasid, seorang nelayan di Kampung Bahari Karang Serang. Menurutnya, pagar tersebut juga menutup area yang sebelumnya menjadi lokasi mencari udang, kerang, dan rajungan. “Kami harus memutar jauh untuk mencari ikan, dan hasil tangkapan pun tidak sebaik dulu,”ungkapnya.
Pemasangan pagar laut yang menggunakan bambu ini memang terkesan tidak terkoordinasi dengan masyarakat. Nurdin, ketua kelompok usaha bersama nelayan di Kronjo, menambahkan, awalnya pihaknya tidak diberitahu tentang tujuan pemasangan pagar ini. Setelah didesak, pihak dinas menjelaskan bahwa pagar itu dimaksudkan untuk pemetaan wilayah, meskipun belum ada penjelasan yang jelas terkait pengaruhnya terhadap aktivitas nelayan.
Akan tetapi, pengakuan ini berbenturan dengan hasil investigasi dari Ombudsman RI, yang menyatakan bahwa pemasangan pagar laut tersebut dapat merusak ekosistem dan mengganggu aliran air laut. Pemasangan pagar yang tidak mendapatkan izin tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan habitat laut yang berdampak pada keberlanjutan sumber daya laut di wilayah tersebut. “Pagar bambu yang dipasang tanpa izin ini menghalangi pergerakan kapal nelayan dan merusak ekosistem laut,” kata Hery Susanto, anggota Ombudsman RI.
Politikus PKS asal Banten, Mulyanto, menanggapi perkembangan ini dengan cemas. Dalam akun X-nya, Mulyanto mempertanyakan klaim yang menyebutkan bahwa pagar tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat. “Loe percaya nder, ama yg kayak gini?” katanya, mempertanyakan apakah masyarakat benar-benar membangun pagar itu tanpa ada pihak yang mendalangi. Ia juga menyerukan agar aparat menyelidiki siapa yang membayar para nelayan yang terlibat dalam proyek tersebut.
Investigasi lapangan mengungkapkan bahwa pagar laut ini tidak hanya mempengaruhi aktivitas nelayan, tetapi juga terkait dengan pembebasan lahan yang marak dilakukan di sekitar area tersebut. Sejumlah warga melaporkan bahwa pembangunan pagar ini dimulai bersamaan dengan pembebasan lahan untuk proyek pembangunan di kawasan pesisir, yang disebut-sebut akan digunakan untuk reklamasi. Pihak yang terlibat dalam pembangunan pagar laut ini diduga memiliki kepentingan untuk memperluas wilayah proyek mereka.
Namun, klaim yang menyebutkan bahwa pagar laut tersebut merupakan bagian dari proyek reklamasi dibantah oleh pengembang proyek PSN PIK 2, Agung Sedayu Group (ASG). Kuasa hukum ASG, Muannas Alaidid, dengan tegas menanggapi tuduhan tersebut, menyatakan bahwa tidak ada keterlibatan pihaknya dalam pembangunan pagar laut ini. “Berita terkait adanya pagar laut itu tidak benar,” tegasnya, sambil membantah bahwa pagar tersebut berhubungan dengan reklamasi atau pemetaan lahan untuk proyek ASG.
Sementara itu, Koordinator JRP, Sandi Martapraja, membenarkan bahwa pagar tersebut dibangun oleh masyarakat setempat sebagai langkah swadaya untuk mencegah abrasi dan dampak bencana alam. “Pagar ini dibangun untuk melindungi pesisir dari abrasi dan gelombang besar,” ujar Sandi, menjelaskan bahwa inisiatif tersebut bertujuan untuk mengurangi potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak tinggi dan ancaman tsunami.
Namun, meskipun ada klaim dari beberapa pihak yang menyebutkan bahwa pagar tersebut berguna untuk mitigasi bencana, kenyataannya banyak nelayan yang merasakan dampak negatif dari keberadaannya. Sebagian besar dari mereka merasa kesulitan untuk melaut dan mengakses laut seperti biasa.
Kontroversi ini masih berlanjut, dan pemeriksaan lebih lanjut oleh aparat dan pihak berwenang sangat dibutuhkan untuk memastikan siapa yang bertanggung jawab dalam pembangunan pagar laut ini serta dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkannya. Keberlanjutan ekonomi nelayan dan keseimbangan ekosistem laut menjadi dua isu utama yang perlu segera diselesaikan.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin