KOTA SURABAYA, RadarBangsa. co.id – Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur serta Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah tersebut, terus berupaya keras dalam mencegah praktik perkawinan anak.
Upaya ini dilakukan melalui sosialisasi massif yang dilakukan secara langsung ke masyarakat, dengan tujuan utama mengedukasi mereka tentang pentingnya pendewasaan usia perkawinan. Semua pihak terlibat secara simultan dalam upaya ini, yang mengedepankan penekanan pada bahaya dan dampak negatif yang muncul apabila praktik pernikahan anak masih berlangsung.
“Penting bagi kita untuk terus menyadarkan masyarakat akan risiko yang terkandung dalam pernikahan anak. Praktik ini tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga berdampak negatif secara sosial,” ujar Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono pada Sabtu (20/4/2024).
Adhy menegaskan bahwa anak-anak sebagai tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang maju, mandiri, dan kompetitif. Oleh karena itu, mereka harus dilindungi dari segala bentuk perlakuan yang berpotensi melanggar hak asasi manusia.
“Oleh karena itu, sosialisasi kepada orang tua sangatlah penting. Kita harus bersama-sama berusaha menghindari pernikahan anak, terutama pernikahan usia dini. Pernikahan sebaiknya dilakukan pada usia yang sudah cukup, sesuai dengan aturan yang berlaku,” tambah Adhy.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik mengenai Proporsi Perempuan Usia 20-24 Tahun yang Berstatus Kawin atau Berstatus Hidup Bersama Sebelum Umur 18 Tahun Menurut Provinsi pada tahun 2021-2023, Jawa Timur mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2021, angkanya mencapai 10,44, turun menjadi 9,46 di tahun 2022, dan menurun lagi menjadi 8,86 di tahun 2023.
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya juga mencatat data Dispensasi Kawin di Jawa Timur terus mengalami penurunan. Pada tahun 2021, jumlahnya mencapai 17.151, kemudian turun 11,99% pada tahun 2022 menjadi 15.095. Pada tahun 2023, turun lagi sebesar 18,29% menjadi 12.334.
“Dispensasi kawin adalah pemberian izin kepada seseorang untuk menikah meskipun belum mencapai batas usia perkawinan minimal, yaitu 19 tahun. Penurunan jumlah dispensasi ini sejalan dengan upaya pencegahan perkawinan anak yang terus kami lakukan,” ujar Pj. Gubernur Adhy.
Berbagai program sinergis juga dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur (DP3AK Jatim), BKKBN Jatim, dan pihak terkait lainnya untuk meningkatkan perlindungan anak, memenuhi hak-hak anak, mengontrol jumlah dan meningkatkan kualitas penduduk atau SDM, serta meningkatkan kualitas kesehatan anak.
Tindakan tersebut terefleksikan dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Timur nomor 474.14/810/109.5/2021 tentang pencegahan perkawinan anak yang ditandatangani pada 18 Januari 2021. Selain itu, Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 85 tahun 2023 juga mengatur tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak Tahun 2023-2024 yang ditandatangani pada 5 Desember 2023.
“RAD ini menjadi dasar bagi pemerintah daerah, masyarakat, orang tua, dan anak di Jawa Timur untuk mencapai tujuan pencegahan perkawinan anak. Oleh karena itu, Pemprov Jatim melalui DP3AK juga terus mendorong kabupaten/kota untuk segera menyusun RAD,” jelasnya.
“Pada awal Mei, kami akan meluncurkan Dashboard PPA (SIAPA PEKA) sebagai sarana transparansi data. Hal ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi program pencegahan perkawinan anak (RAD PPA) yang melibatkan berbagai pihak, sehingga dapat mempercepat penurunan kasus perkawinan anak di Jatim,” tambahnya.
Terkait dengan video viral tentang pertunangan seorang balita berusia 4 tahun di Kabupaten Sampang, Pemerintah Provinsi bersama BKKBN Jawa Timur telah mengambil beberapa langkah. Salah satunya adalah melakukan kunjungan ke rumah orang tua balita yang viral tersebut, yaitu H. Zahri, pada 16 April 2024 lalu, guna mendapatkan konfirmasi terkait viralnya video pertunangan sang anak yang masih balita.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati mengatakan, terkait isu pernikahan anak di Sampang setelah dikonfirmasi memang di Madura ada budaya untuk melakukan pertunangan untuk mempererat tali silaturahmi dan tali kekeluargaan.
“Meskipun pertunangan dilakukan sekarang saat anak masih kecil namun pernikahannya akan dilaksanakan saat anak-anak sudah lulus kuliah. Menanggapi fenomena ini, kami berharap kepada Pemerintah Daerah untuk terus menerus memberikan satu sosialisasi tentang bahaya menikah muda atau pernikahan anak,” paparnya.
Erna menambahkan bahaya baik dari sisi kesehatan, dari sisi ekonominya dan terkait dengan stunting. Perlu diketahui bahwa faktor terbesar terjadi anak stunting karena kehamilan yang tidak diinginkan dari pernikahan anak tersebut. Dari pernikahan anak, tentu saja si ibu belum terlalu matang baik dari sisi kesehatan reproduksi maupun sisi kesiapan mental.
Didampingi sang istri dan besan serta tokoh agama dan Muspika Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang, H. Zahri mengatakan bahwa usia sudah 7 tahun dan sudah sekolah kelas 1 SD bukan berusia 4 tahun seperti yang tengah viral.
“Pertunangan tersebut mewujudkan ucapan kami saat di tanah suci Mekkah enak tahun yang lalu. Waktu itu, di depan Kabbah istri saya hamil dan istri besan juga sedang hamil. Kemudian terucap kesepakatan untuk saling menikahkan bila yang lahir laki-laki dan perempuan. Jadi pertunangan kemarin merupakan bentuk ikatan tali silaturahmi agar tidak terputus,” papar H. Zahri.
Meskipun sudah bertunangan, H. Zahri menegaskan bahwa kedua belah keluarga telah sepakat untuk menikahkan kedua anak tersebut setelah mereka sama-sama lulus kuliah.
“Jadi tidak langsung dinikahkan saat masih kecil. Kami sebagai orang tua juga ingin melihat anak-anak kami menjadi orang sukses dan melihat mereka bisa mewujudkan cita-citanya, “tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sampang, Nasrukha mengatakan Pemerintah Kabupaten Sampang langsung melakukan kunjungan dan memberikan sosialisasi agar tidak menikahkan anak dibawah usia yang sudah ditetapkan oleh perundang-undangan.
“Kami memberikan pendampingan dan perlindungan anak. Jadi hak-hak anak harus dipenuhi. Pemkab Sampang akan selalu memantau dan memberikan konseling terhadap anak dan keluarga,” terangnya.
Salah satu Tim Pendampingan Keluarga (TPK), Samatun mengatakan pihaknya langsung mendatangi rumah H. Zahri setelah mengetahui viralnya video pertunangan tersebut.
“Tentunya kami tim pendamping keluarga akan terus melakukan pendampingan agar tumbuh kembang anak tersebut tidak terganggu dan memberikan sosialisasi tentang program pendewasaan usia pernikahan kepada keluarga agar anak-anak menikah di usia yang sudah dewasa,” tutupnya.