SIDOARJO, RadarBangsa.co.id – Semoga segera teratasi Polemik yang terjadi antara warga di 5 Rukun Tetangga (RT) yang ada di Desa Lemah Putro dengan pihak KAI Daops 8 Surabaya kini masuki babak baru. Masyarakat di 5 RT tersebut mempertanyakan kebijakan dari KAI yang rencananya akan menertibkan wilayah di sekitaran area Stasiun Sidoarjo.
Masyarakat di 5 RT tersebut mengaku telah bertempat tinggal di wilayah tersebut puluhan tahun lamanya. Namun, baru-baru ini warga menerima surat dari KAI Daops 8 Surabaya yang berisi penertiban di wilayah Stasiun Sidoarjo.
Berdasar pada informasi yang diperoleh, kelima wilayah RT yang terkena dampak penertiban tersebut diantaranya adalah RT 6, 7, 8, 9 dan 24 dengan total kurang lebih 100 rumah warga yang terdampak peta penertiban.
Lukman Ketua RT 24 saat ditemui memaparkan bahwa sebelumnya warga mengaku telah membayar sewa ke pihak KAI. Setelah itu, Pada tahun 2016, pihak KAI melakukan penertiban secara administrasi dengan dbuatkan buku kontrak berjangka 5 tahun.
Menurutnya, yang membuat janggal adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dari KAI baru terbit pada tanggal 22 Juni 2022 lalu. Dari situlah warga mempertanyakan kemana uang sewa yang disetorkan warga sebelumnya.
“SHGB baru diurus bulan Desember 2021, dan terbit SHGB baru tanggal 22 juni 2022. Itu artinya, KAI waktu membuat sewa kemarin belum mempunyai dasar hukum penarikan uang sewa yang sah. Sebelumnya ada penarikan memang, tetapi di tahun 2016 kemarin ditertibkan semua dan dibuatkan buku kontrak yang berjangka 5 tahun yang habis pada tahun 2021,” ujar Lukman. Selasa (29/11/2022).
Lukman mengatakan bahwa buku kontrak yang dimaksud tersebut menurut warga juga tidak sah karena warga tidak merasa melakukan tanda-tangan atas kontrak tersebut.
“Buku kontrak itu pun waktu penandatangan tidak ada rapat, jadi dari pihak KAI mendatangi rumah-perumah disuruh tandatangan alasannya untuk kehadiran ternyata itu menjadi dasar mereka notulensi rapat,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua LBH Damar Indonesia Dimas yang didapuk menjadi Kuasa Hukum warga saat ditemui dilokasi menjelaskan jika aksi yang dilakukan oleh warga saat ini adalah bentuk solidaritas. Solidaritas warga tersebut didasari atas surat yang dilayangkan oleh KAI Daops 8 tentang penertiban di wilayah Stasiun Sidoarjo.
“Tentu pada dasarnya masyarakat disini adalah masyarakat yang taat hukum, tapi kita juga melihat dari aspek-aspek kemanusiaan bahwasanya dalam proses penertiban itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dan syarat yang diatur oleh hukum,” ujar Dimas.
Ia juga meminta agar pemerintah daerah hadir dalam permasalahan antara warga dengan KAI Daops 8 Surabaya. Ia menegaskan bahwa Negara juga harus hadir dan mencarikan solusi atas polemik yang berkepanjangan ini. Menurutnya, jika tanah tersebut diklaim milik KAI maka akan menjadi satu hal yang debatable.
“Kalau di Sidoarjo tentu saya sudah mengetahui dari keterangan warga dan tim saya yang ada di lapangan, bahwa ada upaya intimidasi secara verbal yakni pemungutan terhadap uang sewa kepada masyarakat. Namun masyarakat mempertanyakan apa dasar pemungutan itu dan kemana uang itu masuk dan bagaimana bentuk pertanggungjawaban terhadap pemungutan itu tidak disampaikan secara transparan,” terangnya.
Ia menambahkan bahwa saat masyarakat diundang dalam agenda pembahasan terkait pemungutan sewa tersebut masyarakat dimintai tanda tangan namun tanda tangan tersebut tidak jelas diperuntukkan untuk apa. Sehingga menurutnya hal tersebut adalah suatu bentuk penipuan terhadap masyarakyat.
“Harapan warga tentunya karena mereka sudah menempati disini berpuluh-puluh tahun tentunya ini menjadi hak hidup untuk mereka atau hak hidup untuk mendapatkan tanah dan bangunan disini. Yang kedua, pemerintah harus hadir ditengah permasalahan ini. Misalnya warga tidak diijinkan untuk bertempat tinggal disini maka diberikan ganti rugi yang layak untuk membeli rumah yang baru,” terangnya