SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Kenaikan harga Gas elpiji subsidi 3 kg menjadi Rp 18.000 per tabung dari sebelumnya Rp 16.000 per tabung dipastikan akan membebani masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah. Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Said Sutomo.
Said menilai bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga gas elpiji harus benar-benar mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya mereka yang sangat bergantung pada gas elpiji untuk kebutuhan memasak. Menurutnya, pemerintah dan wakil rakyat harus memahami dan menjalankan amanat konstitusi yang mengharuskan perlindungan terhadap kesejahteraan rakyat.
“Pemerintah sejatinya berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,” tegas Said Sutomo. Ia mempertanyakan apakah kenaikan harga elpiji ini sudah mempertimbangkan dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada gas elpiji.
Said juga menyoroti pentingnya peran DPRD dan wakil rakyat dalam mengawal kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. “Kenaikan harga ini harus diimbangi dengan upaya nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya melalui program-program bantuan sosial yang lebih efektif dan tepat sasaran,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Said menegaskan bahwa gas elpiji merupakan barang publik yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sebagai barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, elpiji harus diatur sedemikian rupa agar harganya tetap terjangkau, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kenaikan harga yang terus-menerus dinilai berpotensi membebani masyarakat dan memicu inflasi.
“Gas elpiji berbeda dengan barang atau jasa lainnya. Ini adalah barang publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kenaikan harga yang signifikan tentu akan membebani masyarakat, terutama kelompok masyarakat menengah ke bawah yang sangat bergantung pada gas elpiji untuk memasak,” jelas Said.
Said juga menggarisbawahi perbedaan mendasar antara barang publik dan barang privat. Jika barang privat, seperti makanan atau pakaian, harganya ditentukan oleh mekanisme pasar, maka barang publik seperti elpiji seharusnya diatur oleh pemerintah untuk memastikan keterjangkauan bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Gas elpiji merupakan barang publik yang berbeda dengan barang dan jasa privat. Jika barang dan jasa privat, konsumen dikenakan kewajiban membayar sesuai dengan nilai tukar atau harga yang disepakati antara konsumen dan pelaku usaha. Namun, untuk barang publik seperti elpiji, pemerintah bersama DPR RI, DPRD provinsi, kabupaten, atau kota harus ikut campur tangan dalam menentukan harga agar tidak membebani konsumen,” pungkas Said Sutomo.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin