Oleh : Satrio Damardjati
Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 menjadi babak baru yang mengubah secara drastis pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). UU ini secara tegas memposisikan BUMN sebagai badan usaha yang harus dikelola berdasarkan prinsip tata kelola yang baik, untuk menghasilkan laba dan memberi kontribusi maksimal bagi perekonomian nasional. Maksud dan tujuan pendirian BUMN sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 2 adalah: 1.) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya., 2.) Mengejar keuntungan., 3.) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak., 4.) Menjadi perintis kegiatan – kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi., 5.) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Untuk mencapai visi dan misi pembangunan nasional, Kementerian BUMN membuat KEPUTUSAN MENTERI nomor SK-16/MBU/01/2016 tentang Rencana Strategis Kementerian BUMN tahun 2015-2019. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian BUMN tahun 2015-2019 merupakan penjabaran visi misi Kementerian BUMN selaku penyelenggara urusan pemerintahan di bidang pembinaan BUMN yang dilengkapi dengan rencana nasional yang hendak dicapai dalam rangka mencapai sasaran program prioritas Presiden. Beberapa Sasaran Strategis yang terkait dengan kinerja keuangan dan tata kelola BUMN sebagai berikut:
1. Sasaran Strategis 1 (SS1) terkait Stakeholder Perspective yaitu terwujudnya BUMN sebagai Agent of Devlopment yang besar, kuat dan lincah. Indikator kinerja utamanya antara lain adalah: jumlah aset BUMN, jumlah laba BUMN, jumlah ekuitas BUMN, jumlah Capital Expenditure (CAPEX) BUMN, kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara (pajak dan deviden) dan skor penilaian kinerja BUMN (KPKU).
2. Sasaran Strategis 9 (SS9) terkait Learning and Growth Perspective yaitu terwujudnya tata kelola organisasi yang baik dan bersih. Indikator kinerja utamanya: Skor Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian BUMN, nilai penerapan reformasi birokrasi Kementerian BUMN dan nilai inisiatif anti korupsi.
3. Sasaran Strategis 11 (SS11) yaitu pelaksanaan anggaran yang optimal dan akuntabel. Indikator kinerja utamanya: persentase pemanfaatan anggaran dan opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian BUMN.
Yang menjadi pertanyaannya sudahkah Renstra Kementerian BUMN yang ideal tersebut berhasil diterapkan di BUMN-BUMN yang saat ini total berjumlah 118 buah? Sedangkan indikator kinerja utama SS1 antara lain adalah jumlah laba BUMN. Berdasar Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara (BUMN) Laporan Laba Rugi untuk Periode yang berakhir 31 Desember 2018 (Audited) menunjukan beberapa di antara BUMN yang merugi tersebut merupakan penyediaan barang dan atau jasa bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak seperti Perum Bulog dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Indikator kinerja utama SS1 yang lain adalah kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara (pajak dan deviden) dengan target sebagaimana bisa dilihat pada Grafik Kontribusi BUMN terhadap Penerimaan Negara (red: Pajak dan Deviden). Sedangkan trend penerimaan negara bukan pajak dari laba BUMN pada tahun 2013 hingga tahun 2018 dapat dilihat dari grafik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari laba BUMN tahun 2013 sampai dengan tahun 2018.
Laba BUMN mengalami penurunan di tahun 2015 dan 2016, namun diperkirakan kembali naik di tahun 2017 dan 2018. Berdasar data dari APBN KITA Desember 2018, realisasi pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan mencapai Rp 45,04 triliun atau 100,77 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi 3,64 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp 43,46 triliun. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh perbaikan kinerja BUMN.
Target penerimaan dividen pada tahun 2019 diproyeksi sebesar Rp 45,6 triliun. Sebesar Rp 44,7 triliun diantaranya berasal dari BUMN di bawah pembinaan Kementerian BUMN. Sisanya sebesar Rp 850 miliar dari BUMN di bawah Kementerian Keuangan. Realisasi pendapatan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari bulan Januari 2019 sampai dengan bulan Agustus 2019 mencapai Rp 42,39 triliun. Adapun lima BUMN yang menyetorkan dividen terbesar untuk periode bulan Januari sampai dengan Agustus adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sejumlah Rp 9,25 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk sejumlah Rp 8,45 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sejumlah Rp 6,75 triliun, PT Pertamina (Persero) sejumlah Rp 4,5 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sejumlah Rp 2,25 triliun.
Indikator kinerja utama SS1 yang lain adalah skor penilaian kinerja BUMN (KPKU). KPKU atau Kriteria Penilaian Kinerja Unggulan adalah referensi dalam pengelolaan BUMN menuju pencapaian kinerja unggul. Penerapan ini diadaptasi dari program Pemerintah Amerika Serikat yakni Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence (MBCfPE). Kebijakan KPKU BUMN merupakan salah satu strategi inisiatif Kementerian BUMN utamanya melalui perbaikan dan peningkatan kinerja secara sistematik dan berkelanjutan menuju kinerja kelas dunia. KPKU berisikan pedoman pengembangan sistem manajemen yang juga dilengkapi dengan metode assessment sehingga sekaligus menjadi alat untuk mengetahui posisi daya saing perusahaan BUMN di era Masyarakat Ekonomi Asia dengan mengacu pada pada Rencana Strategis Kementerian BUMN Tahun 2015 – 2019.
Dalam kenyataannya walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum efisien seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Berdasar Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018 (Audited) dari total 112 laporan keuangan BUMN, total pendapatan usaha sebesar Rp 2.360.159.500.000.000,- total laba komprehensif hanya sebesar Rp 143.350.690.000.000,- atau hanya 6 persen dari pendapatan usaha. BUMN juga belum sepenuhnya mampu menyediakan barang dan atau jasa bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga terjangkau, serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Fungsi BUMN sebagai pelopor dan atau perintis maupun sebagai penyeimbang kekuatan swasta besar juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.
Tugas Kementerian BUMN adalah menjadikan BUMN sebagai pelaku utama yang kompetitf. BUMN harus memiliki ciri-ciri yang sehat dan berdaya saing. BUMN tidak boleh lagi membebani negara dan seharusnya menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi negara dan perekonomian nasional. Pada APBN 2020 Pemerintah Republik Indonesia mencanangkan program Peningkatan Efisiensi BUMN sebagai salah satu upaya untuk peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yaitu dengan mempertimbangkan cashflow BUMN dan kemampuan keuangan BUMN. Pekerjaan besar menanti Kementerian BUMN untuk membenahi pengelolaan BUMN yang merupakan salah satu pilar perekonomian Indonesia.
Penulis adalah Ketua Umum Petani & Inisiator Petani Go Digital.