DENPASAR, RadarBangsa.co.id – Presidensi G20 Indonesia telah menyelesaikan serangkaian pertemuan Health Working Group (HWG) dan Health Ministers Meeting (HMM) sepanjang tahun 2022. Pada HWG pertama, Presidensi G20 Indonesia menyelenggarakan side event yang bertajuk “Pembiayaan Penanggulangan Tuberkulosis: Mengatasi Disrupsi COVID-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi di Masa Depan” pada 29-30 Maret 2022. Pertemuan tersebut telah menghasilkan “Call to Action tentang Pembiayaan Penanggulangan Tuberkulosis” yang menghimbau negara-negara G20 untuk meningkatkan investasi dalam upaya pencegahan dan pengendalian Tuberkulosis (TBC).
Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia (STPI), Nurul Luntungan, mewakili Stop TB Partnership sebagai Pimpinan Delegasi pada Pertemuan Menteri Kesehatan dan Deputi Kesehatan G20 ke-2 pada 26-28 Oktober 2022. Delegasi Stop TB Partnership menyampaikan apresiasi kepada Budi G. Sadikin, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, selaku chair HWG karena mengangkat isu kesehatan masyarakat yang berdampak signifikan bagi Indonesia dan negara dengan beban TBC tinggi lainnya di G20 seperti India, Cina, Rusia, dan Afrika Selatan.
Dalam Tour de Table pada pertemuan tersebut, Nurul Luntungan menyampaikan, “G20 sendiri menanggung 50% dari beban epidemi TBC secara global. Jika masing-masing negara G20 dapat berhasil menanggulangi epidemi TBC-nya, situasi TBC secara global akan terkendalikan. Perjuangan untuk mengakhiri TBC adalah perjalanan panjang dan sulit, sudah terlalu lama Dunia membiarkan terjad. Kurangnya pendanaan terhadap penanganan epidemi ini yang diperburuk oleh dampak pandemi global”.
Global TB Report 2022 mengumumkan 10,6 juta orang sakit Tuberkulosis (TBC) sepanjang tahun 2021, meningkat 4,5% dari tahun 2020 dan terdapat 1,6 juta orang meninggal akibat TBC (187.000 merupakan Orang dengan HIV). Terdapat perubahan yang mengkhawatirkan dengan kenaikan 17,5% jumlah orang yang diestimasikan sakit TBC di Indonesia dari 824.000 di tahun 2020 menjadi 969.000 di tahun 2021. Situasi ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-2 dengan kasus TBC tertinggi di dunia setelah India.
Dokumen Global Plan to End TB oleh Stop TB Partnership memproyeksikan bahwa antara tahun 2023 dan 2030, US$ 249,98 miliar perlu dimobilisasi dari semua sumber—pemerintah, filantropi, sektor swasta, dan sumber pembiayaan inovatif.
Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa dengan kesungguhan, inovasi, dan solidaritas, dunia dapat mengatasi ancaman kesehatan yang sangat menantang. Kurangnya dukungan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap penanggulangan TBC berarti lebih banyak jiwa dan kerugian ekonomi yang akan dialami dunia. Pemodelan terbaru memperkirakan bahwa jika dunia tidak mencapai eliminasi TBC 2030, secara global akan terjadi 31,8 juta kematian akibat TBC dan kerugian $ 18,5 triliun selama periode 2020-2050 (1).
“Informasi dari WHO Global TB Report 2022 yang diterbitkan kemarin mengkonfirmasi kekhawatiran terburuk yaitu dampak pandemi mengakibatkan peningkatan kematian dan angka kejadian (insidensi) TBC di dunia untuk pertama kalinya dalam hampir 2 dekade. Upaya penanggulangan TBC mundur hingga 14 tahun mengganggu kemajuan yang dibangun 2005-2014. Para pakar global memprediksi bahwa TBC akan menggantikan COVID-19 sebagai penyakit menular yang paling mematikan di dunia”, ujar Nurul mengingatkan para pemimpin Kesehatan G20 pada diskusi Pertemuan Menteri Kesehatan yang kedua (28/10).