LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Sebanyak 12 desa dari Kecamatan Modo telah mengembalikan uang sisa lebihan dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) ke Kejaksaan Negeri Lamongan kemarin siang, (19/09). Program PTSL ini mendapatkan perhatian luas di wilayah Lamongan, mengingat biaya pengurusan yang berkisar antara Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta per bidang tanah.
Kepala Kejaksaan Negeri Lamongan, Rizal Edison, menjelaskan bahwa pengembalian kelebihan pembayaran program PTSL kali ini dilakukan oleh desa-desa di Kecamatan Modo. Desa-desa tersebut meliputi Sidodowo, Kedungkurep, Medalaem, Jatipayak, dan lainnya, dengan total mencapai 12 desa. Nilai total pengembalian mencapai Rp 1,7 miliar.
“Sebenarnya, dalam perkara ini, kami hanya mengeluarkan surat perintah untuk pendalaman terkait adanya PTSL di Kecamatan Modo,” ujarnya. Rizal menambahkan bahwa surat perintah pendalaman tugas pertama ini telah berhasil dikembalikan oleh semua desa.
Dengan kembalinya uang tersebut, dana akan dialokasikan kembali ke kas desa masing-masing. “Kami berharap uang tersebut digunakan sesuai peruntukannya. Selain itu, kami juga akan melakukan pemantauan agar penggunaan dana ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan pembangunan desa,” ungkap Rizal.
Ia menekankan pentingnya penggunaan uang rakyat untuk kepentingan masyarakat, agar manfaat dari pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh warga desa. “Ini adalah langkah yang baik untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa,” tambahnya.
Rizal juga mengungkapkan bahwa dengan kembalinya uang sisa PTSL ini, tidak ada temuan yang memberatkan Kepala Desa dan kelompok masyarakat (Pokmas) untuk saat ini. “Kami sangat menghargai langkah cepat yang diambil oleh para kepala desa dalam mengembalikan dana ini,” imbuhnya.
PTSL sendiri akan tetap diawasi secara ketat untuk menghindari adanya kelebihan bayar lagi atau masalah lain yang berkaitan dengan pengelolaan uang negara. Sesuai peraturan, untuk satu bidang tanah hanya dapat dikenakan biaya tertentu, seperti biaya materai, biaya penggandaan, dan biaya patok.
“Biaya untuk setiap bidang tanah tentunya berdasarkan kesepakatan antara pemohon dan panitia,” jelas Rizal.
Dengan adanya program PTSL ini, diharapkan proses pendaftaran tanah menjadi lebih transparan dan efisien, serta dapat mengurangi potensi sengketa tanah di masa depan. Rizal menekankan pentingnya pemahaman masyarakat mengenai mekanisme PTSL agar tidak terjadi kesalahpahaman dan pembayaran yang berlebih.
“Dengan adanya pengawasan yang ketat, kami berharap setiap pengelolaan dana PTSL bisa dilakukan dengan baik, tanpa ada masalah di kemudian hari,” tutupnya.
Langkah ini menjadi contoh positif bagi desa-desa lain dalam pengelolaan keuangan dan transparansi, serta menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat melalui program-program yang berorientasi pada kepentingan umum.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin