PONTIANAK, RadarBangsa.co.id – Drs. M. Said Sutomo, Anggota Komisi 4 Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI yang membidangi Kelembagaan dan Kerjasama dari unsur LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat) melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Kamis 26 Mei 2023, tentang pemetaan LPKSM di Kalbar.
Kunker pria yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur ini ditemui oleh Ketua LPKSM Kalbar sekaligus Ketua BPSK Pontianak Kalbar, Efendi, SE. SH di kantornya Jalan Alianyang Nomor 7C, Pontianak, sejak pukul 13.00-15.00 WIB.
Mereka berdiskusi tentang Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang telah mengamanatkan BPKN-RI, BPSK dan LPKSM sebagai pelaksana pengawasan pelaksanaan UUPPK.
Keduanya sepakat pengawasan terhadap pelaksanaan UUPK ini adalah baik dalam rangka perlindungan konsumen secara preventif maupun perlindungan konsumen secara represif.
M. Said Sutomo dan Efendi juga sama-sama menyoroti UUPK sudah berjalan hampir seperempat abad, namun peran efektif Pemerintah sebagai regulator, tingkat keberdayaan konsumen dan tingkat kepatuhan para pelaku usaha di kalangan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta dan koperasi terhadap pelaksanaan UUPK dalam memperikan perlindungan konsumen melalui produk barang dan/atau jasa yang dipasarkan masih jauh dari harapan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres RI) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (STRANAS-PK).
Oleh karena itu, Said Sutomo berharap peranan BPKN-RI dan BPSK selaku wakil dari Pemerintah dan terutama LPKSM sebagai wakil dari masyarakat konsumen seyogyanya diberikan tugas pengawasan di dalam peraturan perundang-undangan dapat melakukan pengawasan secara mandiri.
Menurutnya, tidak cukup LPKSM hanya diberikan kewenangan memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen sebagaimana dalam UUPK Pasal 44 ayat (2), tapi diwajibkan bekerja sama dengan instansi terkait.
“Ini menjadi ribet, sehingga banyak konsumen menjadi korban lebih dulu,” bebernya.
Selain itu, Said mencatat Putusan BPSK yang di dalam UUPK Pasal 53 ayat (3) menegaskan bahwa Putusan Majelis BPSK bersifat final dan mengikat, tapi dalam banyak kenyataannya putusan BPSK dianulir oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri.
Untuk itu, dalam kesempatan ini Said Sutomo yang sebelumnya juga berpengalaman menjadi Majelis BPSK Kota Surabaya periode 2015-2020 memberikan saran bahwa setiap putusan BPSK setidak-tidaknya memberikan tiga hal pertimbangan hukum, selain masih memperjuangakan penguatan putusan BPSK dalam amendemen UUPK yang masuk dalam Prolegnas DPR-RI 2023.
Pertama urai Said Sutomo ada pertimbangan hukum Majelis BPSK yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen ini menjadi kawenangan BPSK, karena konsumen yang bersangkutan adalah “konsumen akhir” bukan “konsumen antara”. Kedua lanjutnya, bahwa sengkerta konsumen yang diajukan ke BPSK oleh konsumen adalah ada pelanggaran pelaku usaha terhadap UUPK.
“Ketiga, adanya pelanggaran pelaku usaha terhadap UUPK sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian material bagi konsumen,” jabarnya.
Dengan adanya tiga pertimbangan hukum tersebut, Said Sutomo berharap dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui BPSK maka dapat meyakinkan Hakim Pengadilan bahwa penyelesaian sengketa konsumen tersebut memang manjadi hak dan kewenangan BPSK.
Sedangkan Ketua LPKSM Kalbar sekaligus Ketua BPSK Pontianak Kalbar, Efendi, SE. SH melaporkan akhir-akhir ini di Kalimantan Barat banyak keluhan masyarakat konsumen terhadap tindakan sewenang-wenang debt-collector (juru tagih) kredit kendaraan bermotor beralih fungsi mejadi juru eksekutor yang sebenarnya tidak punya hak melakukan eksekusi di lapangan atau di jalanan.
Efendi berpendapat pelaksanaan eksekusi hanya dapat dilakukan oleh juru eksekutor atas perintah dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri berdasarkan amar suatu putusan.
Mendapat pengaduan ini, BPKN RI tegas Said Sutomo mengamini dan sepakat dengan pendapat Bapak Efendi tersebut agar tidak juru eksekutor jalanan di jalan-jalan raya.
“Jangan sampai upaya penegakkan hukum dengan cara melanggar peraturan perundang-undangan yang telah diatur oleh Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengaman Eksekusi Jaminan Fidusia Pasal 6,” pungkas Said Sutomo mengingatkan.