JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Rencana pemerintah memangkas alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam RAPBN 2026 memunculkan kekhawatiran baru. Anggota DPD RI, Lia Istifhama, menilai pengurangan anggaran ini dapat berimbas langsung pada kehidupan masyarakat di daerah.
Pemerintah mengusulkan TKD sebesar Rp650 triliun untuk 2026. Angka itu turun sekitar 24,7 persen dibandingkan 2025 yang mencapai Rp864,1 triliun. Padahal, sejak 2021 tren alokasi TKD cenderung naik. Tahun 2021 tercatat Rp785,7 triliun, lalu meningkat ke Rp816,2 triliun (2022), Rp881,4 triliun (2023), hingga Rp863,5 triliun (2024). Jika pemangkasan jadi diterapkan, nilainya menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Menurut Lia, TKD selama ini menjadi penopang utama pembangunan daerah dan pelayanan publik. Jika jumlahnya berkurang drastis, pemerintah daerah bisa kesulitan menutup kebutuhan anggaran. “Mereka terpaksa mencari sumber lain, misalnya dengan menaikkan pajak daerah. Akhirnya, masyarakat yang menanggung beban,” ujarnya.
Ia mencontohkan kondisi Jawa Timur. Per 22 Agustus 2025, realisasi TKD di provinsi itu baru Rp6,2 triliun dari target Rp11,5 triliun atau sekitar 53,91 persen. Beberapa komponen bahkan masih jauh dari harapan. Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, misalnya, hanya terealisasi Rp13,7 miliar dari target Rp150 miliar.
Bagi Lia, situasi ini menunjukkan betapa pentingnya TKD bagi daerah. Tanpa dukungan yang memadai, pembangunan bisa terhambat, dan kesenjangan antardaerah semakin lebar. Karena itu, ia mendorong pemerintah pusat, terutama Presiden, untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan. “Efisiensi memang perlu, tapi jangan sampai pelayanan dasar bagi rakyat terganggu,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa provinsi yang memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara, seperti Jawa Timur lewat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, semestinya mendapatkan perhatian yang adil.
“Jangan sampai rakyat di daerah menjadi korban dari kebijakan yang tidak merata,” pungkas Lia Istifhama.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin