SURABAYA, RadarBangsa.co.id — Masa reses yang dijalani Anggota DPD RI, Dr. Lia Istifhama, selama satu bulan di berbagai daerah di Jawa Timur, menjadi momentum untuk menyerap langsung aspirasi masyarakat. Salah satu isu yang mencuat kuat adalah keterbatasan akses terhadap pendidikan inklusi yang berkelanjutan dari tingkat dasar hingga menengah atas.
Keluhan itu banyak datang dari para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Mereka mengaku kesulitan mendapatkan sekolah lanjutan yang masih menerapkan sistem inklusi, terutama setelah lulus dari jenjang Sekolah Dasar (SD).
“Saya menerima banyak aspirasi dari masyarakat, termasuk seorang ayah bernama Muhammad yang bercerita bahwa anaknya telah lulus dari SD inklusi, namun hingga kini belum menemukan SMP yang menerima siswa berkebutuhan khusus. Kondisi ini tentu memprihatinkan,” ujar Lia, yang akrab disapa Ning Lia, baru-baru ini.
Menurut Ning Lia, pendidikan inklusi adalah bentuk nyata pemenuhan hak setiap anak atas pendidikan yang setara dan berkeadilan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Undang-undang itu menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi.
“Pendidikan inklusif bukan sekadar konsep. Implementasinya harus menyeluruh dan berkesinambungan di semua jenjang. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sekolah ramah anak berkebutuhan khusus, dari SD, SMP, hingga SMA atau SMK,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam memastikan kesinambungan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Hal itu mencakup regulasi, alokasi anggaran khusus, serta peningkatan kapasitas tenaga pendidik. Menurutnya, keberadaan sekolah inklusi tidak bisa hanya bergantung pada inisiatif lokal atau menjadi sekadar wacana.
“Jika tidak ada langkah konkret, banyak anak-anak kita yang kehilangan haknya hanya karena sistem belum siap. Saya mendorong Kementerian Pendidikan, baik pusat maupun daerah, untuk segera melakukan pemetaan dan menambah jumlah sekolah inklusi di setiap jenjang,” lanjutnya.
Dalam waktu dekat, Ning Lia berencana menyampaikan usulan resmi kepada pemerintah pusat dan kementerian terkait agar pendidikan inklusi dimasukkan dalam prioritas utama kebijakan nasional. Usulan tersebut mencakup pemberian insentif bagi sekolah yang bersedia bertransformasi menjadi sekolah inklusi, serta pelatihan khusus bagi tenaga pendidik.
“Jangan biarkan ada anak yang kehilangan masa depan hanya karena sistem belum siap. Pendidikan inklusi adalah hak asasi, bukan sekadar belas kasihan,” tandasnya.
Usulan tersebut mendapat sambutan positif dari berbagai komunitas pendidikan dan organisasi orang tua anak berkebutuhan khusus. Salah satunya datang dari Novia Cindradini, orang tua dari seorang anak inklusi, yang mengaku kesulitan mencari sekolah lanjutan yang sesuai kebutuhan anaknya.
“Anak saya seharusnya sudah masuk jenjang SMP, tapi hingga kini kami belum menemukan SMP inklusi di sekitar rumah. Ada sekolah inklusi, tapi lokasinya terlalu jauh. Yang dekat, sayangnya, belum memiliki SDM dan fasilitas yang memadai,” ujarnya.
Novia berharap, perjuangan Ning Lia di DPD RI bisa menjadi jembatan menuju sistem pendidikan nasional yang lebih inklusif, adil, dan manusiawi.
“Terima kasih Ning Lia, sudah menyuarakan harapan kami para orang tua yang membutuhkan dukungan untuk pendidikan anak-anak istimewa kami,” pungkas Novia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin