SURABAYA, RadarBangsa.co.id — Di tengah citra politisi yang kerap dianggap kaku dan berjarak, sosok Dr. Lia Istifhama tampil berbeda. Anggota DPD RI asal Jawa Timur periode 2024–2029 ini dikenal luas karena kedekatannya dengan kalangan mahasiswa. Julukan “Bestie-nya Mahasiswa” pun melekat padanya bukan tanpa alasan.
Dalam forum Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang digelar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Selasa (14/10/2025), Lia kembali menunjukkan gaya politiknya yang cair dan membumi. Dengan tema “Penguatan Demokrasi Substansial Berdasarkan Pancasila”, acara tersebut bukan sekadar forum formal, tetapi berubah menjadi ruang dialog hangat antara wakil rakyat dan generasi muda.
“Ning Lia ini politisi yang gayanya beda. Dekat dengan mahasiswa, komunikatif, dan nggak kaku,” ujar salah satu pimpinan UINSA dalam sambutannya. Ia menilai pendekatan Lia mencerminkan model baru komunikasi politik yang menekankan kedekatan emosional dan keterlibatan langsung.
Suasana forum pun terasa akrab. Lia berbicara tanpa jarak, menyapa mahasiswa dengan gaya santai namun penuh substansi. Ia tidak sekadar menyampaikan pidato, melainkan berdialog, menanggapi pertanyaan, hingga memancing diskusi kritis seputar demokrasi dan peran generasi muda.
Bagi Lia, keterlibatan mahasiswa adalah hal esensial dalam memperkuat fondasi kebangsaan. “Mahasiswa adalah ujung tombak demokrasi. Maka penting bagi saya untuk mendengar langsung aspirasi mereka, memahami keresahan mereka, serta memastikan suara mereka sampai ke pusat,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa penguatan demokrasi tidak cukup sebatas prosedural, melainkan harus substansial — berakar pada nilai-nilai Pancasila yang menempatkan keadilan dan kemanusiaan di atas segalanya. Pandangan itu disambut antusias oleh para mahasiswa yang hadir.
Salah satu peserta forum, mahasiswa Fakultas Syariah, mengaku terinspirasi oleh gaya Lia yang sederhana tapi mengena. “Kalau denger Ning Lia bicara, rasanya kayak ngobrol sama kakak sendiri. Adem, tapi juga ‘nendang’ kalau udah ngomong soal demokrasi dan kebangsaan,” ujarnya sambil tersenyum.
Ketika ditanya mengapa ia begitu dekat dengan mahasiswa, Lia menjawab dengan nada ringan, “Saya merasa mahasiswa itu punya semangat luar biasa. Mereka kritis, punya idealisme, dan mau belajar. Ngobrol sama mereka tuh serasa ngobrol sama bestie. Bedanya, mereka juga ngajarin saya banyak hal.”
Pendekatan humanis itu membuat Lia kerap diundang bukan hanya sebagai pembicara, tetapi juga sebagai sahabat diskusi. Ia dianggap mampu menjembatani idealisme kampus dengan realitas kebijakan publik, menghadirkan politik yang terasa dekat dan relevan bagi Gen Z.
Fenomena kedekatan ini bukan hal baru bagi Lia Istifhama. Sebagai figur yang menggabungkan nilai spiritual, nasionalisme, dan modernitas, ia membangun reputasi sebagai politisi yang tidak hanya bicara visi, tetapi juga hadir secara nyata di tengah masyarakat.
Bagi banyak mahasiswa, Lia menjadi simbol politisi yang menginspirasi bukan karena jabatan, tetapi karena keotentikan dan kehadirannya. Seperti yang diungkapkan salah satu peserta forum, “Kalau semua wakil rakyat kayak Ning Lia, mungkin kami nggak akan ragu lagi percaya pada politik.”
Dengan gaya yang hangat, egaliter, dan penuh empati, Lia Istifhama menunjukkan bahwa politik bisa dijalankan dengan hati. Sebuah pendekatan yang membuatnya bukan sekadar dikenal, tapi juga dikenang terutama oleh mereka yang ia sebut “bestie-nya demokrasi”.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin