LOMBOK, RadarBangsa.co.id – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Nusa Tenggara Barat (NTB) membeberkan sejumlah capaian penting sepanjang semester pertama tahun 2025. Dalam konferensi pers yang digelar hari ini, Kepala BNNP NTB Marjuki, S.I.K., M.Si., menegaskan komitmen lembaganya untuk terus memperkuat langkah menuju NTB BERSINAR—akronim dari “Bersih Narkoba”.
“Press release ini bukan sekadar laporan angka, tapi juga jembatan komunikasi untuk memperkuat sinergi kami dengan media dan masyarakat,” ujar Marjuki di hadapan sejumlah jurnalis. Ia menambahkan, dukungan media sangat berperan dalam menyuarakan gerakan P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika).
Hingga pertengahan tahun ini, BNNP NTB bersama empat kantor BNN kabupaten/kota membawahi total 166 personel. Komposisinya tersebar di berbagai daerah: 58 orang di provinsi, 26 di Kota Mataram, 23 di Sumbawa Barat, 30 di Sumbawa, dan 29 di Bima.
Dari sisi anggaran, alokasi untuk tahun 2025 tercatat sebesar Rp15,6 miliar, dengan proporsi terbesar (sekitar 63%) difokuskan pada belanja barang. Ini mencerminkan prioritas pada operasional dan program lapangan. Serapan anggaran juga menunjukkan tren positif, di mana BNNK Sumbawa memimpin dengan realisasi 59,83%, disusul BNNP NTB sebesar 50,63%.
Salah satu tonggak keberhasilan BNNP NTB terletak pada transformasi wilayah rawan narkoba menjadi area yang lebih aman. Dari 1.143 desa dan kelurahan yang dipetakan, 69 terindikasi rawan narkoba. Namun berkat kerja keras dan pendampingan intensif sejak 2021, sebanyak 50 desa kini telah berstatus “Desa Bersinar”.
“Tahun ini saja, tujuh desa baru telah menyandang predikat tersebut. Ini tersebar di Lombok Tengah, Kota Mataram, Sumbawa Barat, Sumbawa, hingga Bima,” jelas Marjuki.
Dalam program ketahanan keluarga, BNNP NTB berhasil menjangkau 70 keluarga—mencapai 80 persen dari target. Sosialisasi dan penyuluhan juga telah menyentuh lebih dari 16.000 individu dari berbagai elemen masyarakat, termasuk kalangan pendidikan dan aparatur pemerintahan.
Tak hanya itu, pembentukan penggiat anti-narkoba juga jauh melampaui target: dari rencana awal 125 orang, telah terbentuk 240 penggiat P4GN di berbagai sektor. Tes urine sebagai deteksi dini pun dilakukan 30 kali, tiga kali lipat dari yang ditargetkan, dengan total peserta mencapai 1.418 orang.
Di bidang rehabilitasi, program asesmen terpadu mencatatkan 79 peserta—nyaris dua kali lipat dari target awal. Layanan konsultasi dan bantuan pun kini lebih mudah diakses melalui saluran hotline WhatsApp LPG+, yang dirancang untuk menjangkau masyarakat lebih luas.
Sementara itu, operasi pemberantasan di sejumlah zona merah seperti Karang Bagu, Abian Tubuh, dan Karang Bongkot berhasil menjaring 73 orang pengguna. Alih-alih langsung ditindak secara hukum, seluruhnya diarahkan ke program rehabilitasi sebagai pendekatan humanis.
Koordinasi lintas lembaga juga terus diperkuat, melibatkan Polda NTB, Bea Cukai Mataram, TNI AL, TNI AD, hingga AIRNAV, terutama untuk mengawasi jalur masuk narkoba ke wilayah NTB.
Meski upaya pemberantasan terus berjalan, tantangan tetap besar. Data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari separuh penghuni Lapas dan Rutan di NTB—tepatnya 2.030 dari 3.997 orang—tersangkut kasus narkotika. Ini menjadi peringatan keras akan masifnya peredaran gelap di wilayah ini.
“Perang melawan narkoba bukan tanggung jawab kami semata. Ini tugas kolektif yang membutuhkan keterlibatan seluruh elemen masyarakat,” tegas Marjuki.
Ia menambahkan, masyarakat bisa berkontribusi secara langsung dengan melaporkan informasi melalui contact center/WA di nomor 0852-3894-4442.
“Sinergi adalah kunci. Jika semua pihak bersatu, kita bisa benar-benar mewujudkan NTB yang bersih dari narkoba. Itu kontribusi kita untuk Indonesia BERSINAR,” tutupnya.
Penulis : Aini
Editor : Zainul Arifin