SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Perkara perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara Tatok Poerwanto melawan dr. Moestijab yang menjabat Direktur Surabaya Eye Clinic dan sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor : 181/K/Pdt/2021, tanggal 21 September 2021 memasuki babak baru. Tatok Poerwanto adalah pasien dr. Moestijab di Surabaya Eye Clinic harus mengalami kebutaan mata karena dugaan malpraktek di tahun 2016 silam.
Ir. Eduard Rudy Suharto, S.H., M.H., selaku Penasihat Hukum (PH)-nya Tatok Poerwanto, Sabtu 11 Juni 2022 memberikan sinyal akan mengambil upaya hukum menyikapi putusan MA tersebut.
Advokat yang akrab dipanggil Rudy ini menerangkan salah satu bunyi amar putusan MA itu menyebutkan dokter Moestijab dan Surabaya Eye Clinic dihukum membayar ganti rugi materiil dan immateril sebesar Rp 1.260.689.917 secara tanggung renteng.
Pria yang sekarang ini menjabat Ketua Bidang Hukum dan HAM Nasional DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengungkapkan sampai saat ini pihak dr. Moestijab tidak mau mematuhi putusan MA ini. Oleh sebab itu, pihaknya memutuskan mengajukan permohonan eksekusi.
“Kalau menurut saya sebagai kuasa hukum sangat menciderai hati masyarakat banyak, khususnya pengguna jasa kesehatan,” ujarnya menyayangkan.
Jelas disini menurut Rudy akan membuat masyarakat menjadi ragu menggunakan jasa kesehatan di Indonesia, karena mereka sendiri merasa tidak terlindungi atas perbuatan salah seorang oknum dokter seperti yang dicontohkan dokter Moestijab.
Ditanya apakah sikap dan tingkah laku dokter Moestijab ini dapat menciderai atau mencoreng nama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rudy membenarkan hal tersebut.
“Tentu saja. Karena dari anggotanya masyarakat bisa menilai, bilamana dokter tidak patuh hukum, lalu siapa lagi pelayan jasa kesehatan yang bisa melindungi hak pasien atau masyarakat pengguna jasa kesehatan,” tegasnya.
Oleh karena itu, dirinya menyesalkan tawaran demi tawaran yang pihaknya sampaikan kepada dr. Moestijab melalui surat tertulis untuk tidak membuat gaduh, sehingga tidak mendiskreditkan nama baik IDI atau Departemen Kesehatan secara luas ternyata ditolak.
Bahkan lanjut Rudy, pihak dokter Moestijab melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang tentu pihaknya hormati. Namun, ia mengingatkan harusnya semua pihak dalam perkara ini paham bahwa PK tidak menghentikan upaya eksekusi.
“Oleh sebab itu, sebelum terjadi kegaduhan dengan masuknya permohonan eksekusi ini, kami kuasa hukum Tatok Poerwanto sudah menyurati terlebih dahulu dengan kekeluargaan agar tidak menyebabkan gaduh. Namun, setelah ditolak kami melakukan upaya hukum lanjutan,” bebernya.
Rudi memperingatkan apabila dokter Moestijab dan Surabaya Eye Clinic tidak segera melaksanakan putusan MA tersebut, padahal sudah dipanggil secara patut dan layak, maka pihaknya akan melaporkan secara pidana.
Advokat kondang ini mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Kepolisian dan berharap dr. Moestijab legowo untuk mempertimbangkan untung ruginya apabila tidak patuh pada putusan MA itu.
“Jangan sampai sikap dan tingkah laku oknum dokter Moestijab menciderai perasaan masyarakat luas, terutama pengguna jasa kesehatan mata,” pungkasnya mengingatkan kembali.
Beberapa waktu lalu, Soemarsono sebagai PH-nya dr. Moestijab dan Surabaya Eye Clinic membenarkan pihaknya telah berupaya untuk menjalankan putusan kasasi tersebut. Namun, dia beralasan angka ganti rugi yang ditawarkan belum disetujui oleh pihak Tatok Poerwanto.
“Saya masih menunggu. Kalau memang tidak ada titik temu, maka kami akan melakukan upaya hukum PK,” terangnya waktu itu.
Sementara itu, Ketua IDI Surabaya dr. Brahmana masih belum dapat dikonfirmasi dan diminta tanggapan berkaitan putusan MA yang berkaitan dengan tindakan malpraktek dr. Moestijab. Dihubungi berulang kali melalui sambungan telepon, dr. Brahmana selalu beralasan sedang sibuk.