JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia (Kemenhaj RI) resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, menandai babak baru dalam penyelenggaraan ibadah haji yang lebih profesional dan berkeadaban. Dalam perjanjian tersebut, disepakati kuota haji Indonesia tahun 1447 H/2026 M sebanyak 221.000 jemaah, seluruhnya diberangkatkan melalui dua pintu utama, Jeddah dan Madinah.
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Menteri Haji dan Umrah RI, Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan, bersama Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah. Kesepakatan ini disebut sebagai langkah awal menuju modernisasi tata kelola haji yang lebih efisien dan transparan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Jawa Timur, Lia Istifhama, menyambut kerja sama tersebut dengan optimisme tinggi. Menurutnya, kesepakatan ini bukan sekadar administratif, melainkan representasi penguatan diplomasi dan peningkatan kualitas pelayanan bagi jutaan umat Islam Indonesia.
“Langkah ini merupakan capaian strategis yang menunjukkan kedewasaan hubungan bilateral kedua negara. MoU ini tidak hanya tentang angka kuota, tapi tentang tanggung jawab bersama mewujudkan penyelenggaraan haji yang sehat, profesional, dan humanis,” ujar Ning Lia, sapaan akrabnya yang juga dikenal sebagai keponakan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Senator yang dikenal aktif dalam isu keumatan ini menilai, penguatan aspek istitho’ah kesehatan dan integrasi data jemaah menjadi tonggak penting peningkatan mutu pelayanan haji. “Haji adalah perjalanan spiritual sekaligus fisik yang menuntut kesiapan total. Pemeriksaan kesehatan yang ketat dan sistem data yang terintegrasi memastikan setiap jemaah berangkat dalam kondisi optimal dan mendapat pelayanan terbaik,” ungkapnya.
Lia juga mengapresiasi langkah digitalisasi dalam mekanisme pembayaran *dam* melalui lembaga resmi Adahi dan platform Nusuk Masar. Ia menilai, kebijakan ini memperkuat prinsip akuntabilitas dan mencegah potensi penyimpangan. “Transparansi keuangan dalam ibadah adalah bagian dari nilai integritas. Ini langkah maju dalam tata kelola haji modern,” imbuhnya.
Selain itu, pembukaan kantor perwakilan sejumlah syarikah Arab Saudi di Indonesia dinilai sebagai bukti keseriusan kedua negara memperkuat koordinasi teknis penyelenggaraan haji. Lia menegaskan, hal itu menjadi simbol sinergi yang nyata. “Kolaborasi langsung di lapangan menegaskan bahwa penyelenggaraan haji kini telah menjadi ekosistem lintas negara, yang menuntut inovasi, profesionalisme, dan efisiensi tinggi,” katanya.
Lia, yang juga peraih DetikJatim Award 2025, menilai MoU ini menjadi fondasi penting bagi reformasi pelayanan haji Indonesia menuju era baru yang lebih humanis dan berdaya saing global. Ia percaya, dengan komitmen dan kerja sama yang erat, Indonesia dapat menjadi teladan dunia dalam manajemen haji. “Haji yang tertib, sehat, dan berkeadaban adalah cermin kualitas bangsa dalam menghormati tamu-tamu Allah,” tutur Lia dengan nada penuh harap.
Sementara itu, Menteri Haji dan Umrah RI, Gus Irfan, menegaskan bahwa keberhasilan penyelenggaraan haji Indonesia menjadi cerminan mutu pelayanan haji global. Ia mengungkapkan, pertemuan bilateral kali ini juga membahas detail teknis terkait kelayakan kesehatan (istitho’ah), sistem pembayaran dam, serta sinkronisasi data jemaah.
“Semua jemaah akan diberangkatkan melalui Jeddah dan Madinah. Kami menekankan pentingnya kesiapan kesehatan, agar seluruh calon haji memenuhi standar kelayakan yang disepakati,” ujar Gus Irfan.
Ia menambahkan, integrasi data antara kedua negara, mulai dari kloter, penerbangan, hingga akomodasi, akan menjadi dasar peningkatan efisiensi pelayanan. Dengan begitu, penyelenggaraan Haji 1447 H/2026 diharapkan berjalan lebih tertib, sehat, dan sesuai semangat pelayanan yang berkeadaban.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin










