SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Alvianto Wijaya, pelapor dugaan tipu gelap pembelian pipa besi ex Freeport Indonesia senilai Rp 100 juta sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B/150/II/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 17 Februari 2024 meradang setelah menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) tertanggal 10 Desember 2024.
Pasalnya, ia merasa ada beberapa poin di SP2HP itu tidak sesuai fakta hukum atau diduga sudah direkayasa oleh oknum Penyidik Pidek Satreskrim Polrestabes Surabaya inisial HA dkk.
“Diantaranya saya tidak menyerahkan surat kuasa atas rekening BCA dan BTN atas nama saya untuk mendapatkan keterangan terkait transaksi pembelian besi scrap ex PT. Freeport yang dilakukan pelapor kepada para terlapor (Klaudius dan Yeremias),” keluh Alvin, panggilan karibnya, Senin (16/12/2024).
Padahal menurutnya, sampai sekarang ini terkait surat kuasa bank itu, ia sebagai pelapor belum pernah dipanggil dan diperiksa, tetapi Penyidik terkesan menilainya tidak kooperatif.
Pria yang kesehariannya juga berprofesi sebagai Advokat ini mempertanyakan kepada pihak Penyidik mengenai laporan polisinya tersebut bagaimana penyelesaiannya?.
“Anda (HA dkk) tidak pernah menghubungi saya untuk meminta menandatangani surat kuasa pemeriksaan di Bank, tiba-tiba anda kirimkan ini (SP2HP) yang diduga agar penyelidikan laporan polisi saya dihentikan,” sentilnya.
Dia memastikan sebagai pelapor sudah kooperatif selalu memenuhi panggilan Penyidik dan telah menyerahkan semua bukti seperti bukti transfer, chat WA dan surat pernyataan.
Alvin menerangkan mengenai dokumen perjanjian kerjasama, dia memastikan tidak ada dokumen kerjasama dengan mereka (para terlapor).
“Karena saya ini membeli barang,” pungkasnya.
Mulyanto, ayah dari Alvianto Wijaya yang tahu persis secara detail kejadian dugaan tipu gelap itu sekaligus menjadi saksi dalam kasus ini mempertegas dugaan terjadinya rekayasa fakta oleh oknum Penyidik Pidek inisial HA dkk seperti yang sudah dijelaskan oleh anaknya tersebut.
Ia juga menginformasikan bahwa para terlapor (Kladius dan Yeremias) dua kali dipanggil Penyidik Pidek tidak pernah datang karena alamatnya fiktif seperti yang tertera dalam surat pernyataan bermaterai dimana alamat tersebut dijadikan dasar panggilan Penyidik kepada para terlapor.
“Berarti menunjukkan mereka tidak kooperatif dan tidak beritikad baik. Juga alamat fiktif menunjukkan kebohongan dalam tindak pidana tipu gelap,” serunya mengingatkan.
Mulyanto menjelaskan menyangkut ketidakhadiran para terlapor tersebut diatur dalam KUHAP.
“Berdasarkan KUHAP bahwa para terlapor itu dua kali tidak datang dalam penyelidikan, maka perkaranya akan ditingkatkan statusnya dari Penyelidikan ke Penyidikan,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik Abuse of Power (penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan) oleh oknum Penyidik HA dkk.
“Akibatnya menghalang-halangi proses penegakan hukum sehingga menciderai rasa keadilan dan tidak ada kepastian hukum,” sesalnya menutup perbincangan.
Penulis : FYW
Editor : Zainul Arifin