SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Anggota DPD RI dari Jawa Timur, Lia Istifhama, menilai upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menghidupkan kembali permainan tradisional merupakan langkah strategis untuk memperkuat ketahanan karakter anak Indonesia di tengah perubahan pola hidup digital. Ia melihat meningkatnya angka kekerasan terhadap anak sebagai sinyal bahwa ruang interaksi alami di masyarakat semakin menyempit.
Menurutnya, permainan rakyat sejak lama menjadi media pembelajaran sosial yang efektif. Lia menyebut setiap permainan tradisional menyimpan “cara bangsa memahami kehidupan”, mulai dari nilai strategi, keberanian, hingga kebersamaan. Indonesia, katanya, memiliki ribuan permainan warisan yang selama ini luput dari perhatian publik. Ia mencontohkan congklak yang mengajarkan perhitungan dan kesabaran, gobak sodor yang menuntut koordinasi tim, hingga egrang dan tarik tambang yang melatih kekuatan, keseimbangan, serta kepercayaan antarpemain.
“Di dalam permainan-permainan itu terdapat nilai yang menjadi fondasi kebangsaan. Identitas budaya tidak boleh tersisih oleh teknologi,” tutur Lia. Ia menambahkan, interaksi fisik yang tercipta dari permainan tradisional memberikan ruang bagi anak untuk membangun motorik, daya tahan mental, dan kecerdasan sosial—hal yang sulit didapatkan dari aktivitas digital.
Lia mendorong pemerintah daerah dan sekolah untuk membuka ruang bermain yang aman dan mudah diakses, agar permainan tradisional kembali menjadi bagian dari aktivitas harian. Menurutnya, keterlibatan keluarga dan komunitas akan menentukan keberlanjutan program. “Ini bukan semata-mata melestarikan masa lalu, melainkan memastikan generasi tumbuh dengan karakter kuat di era serbadigital,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri PPPA Arifah Fauzi mengungkapkan bahwa kompleksitas kasus kekerasan anak saat ini dipengaruhi berbagai faktor, mulai dari tekanan ekonomi hingga pola asuh. Penggunaan gawai tanpa pendampingan disebut menjadi pemicu dominan karena berimbas pada aspek mental, fisik, hingga kemampuan akademik. Ia mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus yang ditangani kementeriannya berkaitan dengan penggunaan media sosial secara tidak bijak.
“Anak tidak cukup hanya diingatkan untuk membatasi gawai. Mereka membutuhkan alternatif yang membangun interaksi nyata dan menanamkan nilai seperti kejujuran dan sportivitas,” kata Arifah. Kemen PPPA berencana memperluas ruang permainan berbasis kearifan lokal, bekerja sama dengan KPOTI, serta mempersiapkan Museum Permainan Tradisional sebagai pusat edukasi budaya di masa depan.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin










