SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak, menekankan pentingnya kolaborasi kuat di seluruh elemen pemerintahan dalam membangun Jawa Timur. Kolaborasi tersebut mencakup aspek regulasi, inovasi, hingga komunikasi.
Khofifah menuturkan bahwa pemerintah provinsi, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, diatur oleh undang-undang pemerintahan daerah.
“Bagaimana mekanisme kewenangan antara bupati, wali kota, camat, kepala desa, hingga ke gubernur dan pemerintah pusat,” jelasnya usai debat publik Pilkada Jawa Timur 2024 di Grand City, Minggu malam (3/11/2024).
Ia menambahkan bahwa Pemprov Jatim tidak bekerja di ruang hampa; kegiatan pemerintahan didasarkan pada berbagai indikator yang dirumuskan oleh instansi terkait.
“Misalnya, untuk Monitoring Center of Prevention (MCP), indikatornya disusun oleh KPK. Jawa Timur memperoleh skor 92, di atas rata-rata nasional yang 75,” lanjutnya.
Khofifah yang pernah menjabat sebagai gubernur periode 2019-2024 ini menguraikan bahwa jika Jawa Timur mendapat penilaian tertentu, maka ada keseriusan dan proses yang dibangun selama kepemimpinannya bersama Emil untuk mencapai sinergitas dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Mengenai inovasi, Khofifah menjelaskan bahwa Pemprov Jatim mengembangkan inovasi per unit, bukan per dinas. Setiap Januari, masing-masing unit mempresentasikan rencana inovasi mereka, yang dilakukan sebelum masuk dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
“Ini adalah langkah awal untuk perencanaan yang baik,” jelasnya.
Pada tahun 2023, Jawa Timur meraih penghargaan Innovative Government Award (IGA) sebagai provinsi paling inovatif dari Kementerian Dalam Negeri. Khofifah juga menekankan pentingnya komunikasi melalui platform sederhana, seperti grup WhatsApp, yang menghubungkan gubernur dan Menteri Dalam Negeri.
“Ada informasi baru yang langsung disampaikan oleh Mendagri melalui grup tersebut,” tandasnya.
Informasi tersebut kemudian diteruskan ke grup bupati dan wali kota. Meski demikian, ada kendala ketika satu kepala daerah menolak bergabung dalam grup tersebut, yang sempat menghambat koordinasi.
“Koordinasi yang terlihat sederhana di WhatsApp ternyata tidak selalu mudah karena ada yang enggan bergabung, sehingga menghambat kelancaran koordinasi,” ungkap Khofifah.
Terkait isu kemiskinan ekstrem yang disinggung dalam debat, Khofifah mengungkapkan bahwa angka kemiskinan ekstrem di Jawa Timur pada 2019 mencapai 1,8 juta jiwa, namun turun menjadi 268.000 atau dari 4,4% menjadi 0,66% pada Maret 2024.
“Kami selalu mengajak seluruh elemen untuk bersinergi, sebab Pemprov tidak bisa menyelesaikan masalah sendirian. Dari sektor swasta, organisasi masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, camat, kepala desa, hingga masyarakat luas memiliki peran penting dalam memberikan layanan terbaik bagi masyarakat,” jelasnya.
Khofifah menyatakan bahwa kontribusi semua elemen pemerintahan, dari kepala desa hingga wali kota, sangat besar. Dukungan sektor swasta juga membantu mengurangi angka pengangguran.
“Semua ini menjadi satu kesatuan untuk membangun Jawa Timur melalui kolaborasi kuat,” tutupnya dengan menyatakan, “Jawa Timur adalah gerbang baru Nusantara.”
Emil menambahkan bahwa birokrasi yang berdampak adalah hal yang ditekankan oleh pemerintah pusat. Struktur birokrasi yang baik harus memberikan hasil yang nyata.
“Ada yang berkata, percuma punya birokrasi bagus kalau tidak membawa hasil. Itu tidak benar, karena birokrasi yang baik harus membawa hasil nyata. Penghargaan yang diterima itu didasarkan pada hasil yang konkret,” ungkapnya.
Ia pun bersyukur bahwa debat malam itu dapat memberikan penjelasan yang rinci dan jelas.
“Saya bersyukur debat malam ini berjalan dengan baik dan jelas. Semoga kampanye Pilkada ini bisa menjadi kesempatan untuk berbagi kisah di balik layar yang seringkali kurang tersorot di media sosial,” pungkas Emil.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin