SEMARANG, RadarBangsa.co.id – Wahyudi, Ketua Paguyuban Pesona Pedagang Burung Semarang (P3BS), menyampaikan penolakan keras terhadap rencana kenaikan E Retribusi yang akan diterapkan di Pasar Burung Karimata, Semarang, Jawa Tengah. Dalam wawancara dengan awak media setelah mengikuti Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh FKSB bersama Polda Jawa Tengah di Astina Ballroom Hotel Grasia pada Selasa (02/10).
Wahyudi mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kondisi pasar yang semakin sepi dan memprihatinkan.
“Kami para pedagang di Pasar Burung Karimata khususnya menolak keras kenaikan E Retribusi yang wajib dibayar setiap hari. Kondisi pasar saat ini sudah sangat memprihatinkan, apalagi dalam beberapa minggu terakhir kami dihadapkan dengan keterpurukan akibat kebijakan pemerintah yang melarang perdagangan berbagai jenis satwa yang dilindungi,” jelas Wahyudi. Ia menambahkan bahwa kenaikan E Retribusi yang kabarnya akan mencapai 50% di bulan Oktober 2024 dirasa sangat memberatkan.
Wahyudi menegaskan bahwa, “Kami menolak dan P3BS siap turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi jika perlu. Kami merasa pemerintah seharusnya lebih prihatin dengan kondisi para pedagang, bukan malah membebani kami dengan kenaikan E Retribusi yang sudah terlalu tinggi. Silakan Walikota berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi jangan menjadikan kami sebagai tumbal,” tuturnya dengan tegas.
Kondisi pasar yang sepi, menurut Wahyudi, semakin diperburuk dengan razia yang dilakukan oleh Balai KSDA dan tim terkait, yang merampas burung-burung milik para pedagang tanpa ada sosialisasi atau pemberitahuan sebelumnya. “Ini membuat pedagang ketakutan dan resah, yang pada gilirannya mengurangi minat pengunjung untuk datang ke pasar. Kami sudah mengalami banyak kesulitan, dan kini harus menghadapi kenaikan biaya yang tidak adil,” ungkapnya.
Para pedagang berharap agar pemerintah kota Semarang mempertimbangkan untuk menghapus atau menunda kenaikan E Retribusi ini. Mereka ingin pemerintah menunjukkan kepedulian dengan memberikan kebebasan dari E Retribusi untuk sementara waktu hingga kondisi ekonomi dan aktivitas perdagangan kembali stabil. “Pemerintah seharusnya bekerja sama dengan kami untuk mencari solusi, bukan justru menambah beban,” tambah Wahyudi.
Wahyudi berencana untuk menemui Dinas Terkait, khususnya Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), untuk menyampaikan penolakan atas kenaikan E Retribusi dan mencari solusi yang lebih berpihak kepada pedagang kecil. Ia juga mengajak relawan atau lapisan masyarakat yang peduli untuk ikut mendukung perjuangan mereka.
Kondisi serupa tidak hanya dialami oleh pedagang di Pasar Burung Karimata, tetapi juga di pasar-pasar tradisional lainnya di kota Semarang. Makin banyak warga yang memilih untuk tidak pergi ke pasar tradisional karena berbagai alasan, termasuk efisiensi waktu dan tenaga, serta banyaknya alternatif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Dari sudut pandang kami, seharusnya tugas pemerintah daerah adalah mengupayakan keberlangsungan pasar tradisional agar ramai pengunjung dan pembeli. Ini bisa dilakukan melalui kerja sama yang baik antara pemerintah dan para pedagang,” tutup Wahyudi, mengharapkan ada langkah nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini.
Penulis : OKI/AGUS
Editor : Zainul Arifin