SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Rencana aksi yang akan digelar pada 3 September 2025 mendapat sorotan dari Anggota DPD RI Lia Istifhama. Senator asal Jawa Timur itu menegaskan bahwa aksi tersebut tidak memiliki relevansi dengan prinsip demokrasi sebagaimana diatur dalam konstitusi.
“Rencana aksi 3 September saya lihat tidak mencerminkan nilai luhur demokrasi, tidak ada relevansi dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Aksi itu justru sangat mencolok kepentingan pribadi oknum tertentu dan tuntutannya inkonstitusional,” ujar Lia, Sabtu (23/8/2025).
Ia menambahkan, kebebasan berpendapat memang dijamin undang-undang, namun tidak boleh mengorbankan hak orang lain untuk hidup damai. Lia merujuk pada Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menjamin hak setiap orang untuk hidup tenteram, aman, dan bahagia.
“Kalau tujuan berpendapat justru menodai kedamaian, itu bisa dikategorikan pelanggaran HAM. Dan jelas bukan teladan yang baik untuk negeri ini,” tegasnya.
Menurut Lia, Indonesia saat ini tengah berada pada momentum penting di level global. Program Go to Global yang dicanangkan Presiden Prabowo, termasuk perjanjian dagang dengan Eropa dan Amerika, menjadikan Jawa Timur sebagai barometer perdagangan internasional.
“Semangat kerja ini jangan sampai diprovokasi dengan sikap-sikap unfaedah. Masyarakat butuh stimulus untuk berkarya, bukan dihadapkan pada aksi yang mengganggu produktivitas,” imbuhnya.
Meski dikenal vokal, Lia mengaku memiliki pengalaman memimpin aksi pada masa lalu. Bedanya, ia menekankan pentingnya kejelasan tuntutan serta jalur yang tetap konstitusional.
“Saya pernah dua kali memimpin demo, tapi konteksnya jelas, yang disuarakan juga jelas. Kita yang dewasa harus menjadi teladan dengan menjaga norma sosial yang sehat,” ungkapnya.
Lia juga mengingatkan agar aksi publik tidak bergeser menjadi ajang ujaran kebencian atau fitnah yang justru kontraproduktif bagi generasi mendatang.
“Jangan menjadi aktor hate speech. Fitnah itu investasi buruk bagi anak cucu. Tugas kita mendidik anak-anak agar bisa menganalisa persoalan sosial secara utuh, bukan meniru perilaku pahlawan kesiangan,” jelasnya.
Menurutnya, keterbukaan media sosial hari ini menjadi tantangan tersendiri. Alih-alih dijadikan sarana provokasi, platform digital seharusnya menjadi ruang edukasi yang sehat.
“Anak-anak butuh dicerdaskan. Media sosial menuntut kita semakin bijak. Pertanyaannya, sudahkah kita sebagai orang tua memberi teladan yang baik?” pungkas Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin