Wabah dan Borok Birokrasi Pemerintah

- Redaksi

Sabtu, 2 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Boby D. Januar

Boby D. Januar

Oleh : Boby D. Januar

Hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sidoarjo menjadi ke khawatiran masyarakat kalangan bawah. Pasalnya, kekacauan pembagian bantuan sosial untuk menahan laju pelemahan ekonomi akibat pandemi virus covid-19 di Sidoarjo dirasa karut-marut.

Kepongahan membuat Dinas Sosial Pemda Sidoarjo begitu saja menyalurkan bantuan berdasarkan, statistik Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Akibatnya, masyarakat yang tak berhak justru yang mendapatkan bantuan ini.

Dikatakan Sekretaris Dinas Sosial, Ahmad Misbahul Munir mengatakan, basis data yang ada saat ini terdapat 135.000 keluarga dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Di dalamnya, ada 35.000 keluarga Penerima Manfaat (PKM), ada yang mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT),” katanya.

Dari jumlah data 135.000 keluarga itu juga ada 73.000 keluarga penerima Bantuan Sosial Pangan (BSP), yang diterima setiap bulan.

Banyaknya warga di beberapa desa di Sidoarjo melaporkan keluarga yang mampu secara ekonomi justru memperoleh bantuan ini. Banyaknya warga miskin malah tak masuk daftar.

Baca Juga  Menyoal Efektivitas Pemberlakuan PSBB

Pandemi corona tak hanya mengubah tabiat penduduk akibat pembatasan sosial dan jaga jarak, tapi juga sekaligus mengungkap borok birokrasi dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data sebagai basis kebijakan publik.

Di Indonesia, integrasi data merupakan urusan yang pelik. Korupsi dan kepentingan politik memainkan peranan dalam pemilahan data untuk keperluan elektoral.

Padahal, ia menjadi tulang punggung kebijakan publik di mana pun. Tanpa data yang akurat, kebijakan publik yang memakai uang pajak akan terhambur sia-sia.

Dalam hal wabah corona, kebijakan bantuan sosial akan meleset karena masyarakat yang hendak ditolong tak akan mendapatkan manfaatnya. Akibatnya, ekonomi tetap melemah, problem sosial akan makin kusut.

Bagaimanapun, pemerintah enggan disebut tak memikirkan dampak nyata virus corona terhadap kalangan kelas ekonomi bawah.

Baca Juga  Strategi Taksi Konvensional Ditengah Maraknya Transportasi Online

Bantuan Pangan Non Tunai berupa sembako dan beberapa penerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan langsung Tunai (BLT) dari Dinas Sosial Sidoarjo yang didata dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diharapkan tersalurkan tepat sasaran pada warga yang benar benar membutuhkan selama status darurat penyebaran virus corona.

Dengan memakai tangan birokrasi secara berjenjang dalam pengawasan sehingga data penerima bantuan benar-benar datang dari bawah, bukan penentuan dari atas yang sarat akan kepentingan politik.

Di masa pandemi yang menuntut kerja cepat dan akurat, transparansi data merupakan hal krusial, termasuk bagaimana data dikumpulkan dan bantuan didistribusikan.

Pemerintah Daerah Sidoarjo, yang memakai kebijakan bantuan sosial di masa pandemi, mesti membereskan data lebih dulu sebelum menyalurkan bantuan sembilan bahan pokok agar tak salah sasaran.

Salah satunya memakai tangan pengurus RT. Satuan terkecil pemerintahan inilah yang paham penduduk mana saja yang mesti menerima bantuan. Asalkan tata cara pengajuan datanya dibuat transparan dan rigid, peluang korupsi pengurus RT bisa diminimalkan.

Baca Juga  Kualitas Kepariwisataan & Kebudayaan Bagi Agenda Pembangunan & Pemajuan Kepni

Namun Birokrasi di Indonesia selalu jadi sebuah diskursus yang tidak pernah membosankan. Karena, hingga kini birokrasi di Indonesia masih problematik dan jauh dari apa yang menjadi harapan.

Birokrasi di Indonesia ketika persepsi yang muncul adalah suatu system pelayanan dan administrasi pemerintahan yang terkesan aneh, berbelit-belit dan lamban.

Birokrasi merupakan penyakit menahun di tanah air yang sulit diubah. Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit dan sumber daya manusia yang lamban dalam memberikan pelayanan juga merupakan aspek layanan publik yang banyak disoroti tak heran jika banyak kalangan menganggap birokrasi adalah borok Pemerintah.

Penulis adalah Jurnalis dan Penyiar Radio.

Berita Terkait

Pelanggaran Masif & Berlanjut
ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi
Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada
Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso
Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik
Menilik Unsur Pidana Ketua KPU yang Dipecat Menurut UU TPKS, ‘Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari’
Efek Samping Konsumsi Daging Berlebihan, Risiko Dehidrasi dan Kesehatan Tubuh
Menjelang Pilkada, Waspadai Oknum di Lamongan yang Bermain di Medsos
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 22 September 2024 - 22:22 WIB

Pelanggaran Masif & Berlanjut

Jumat, 20 September 2024 - 07:32 WIB

ASN Terlibat Mendukung Paslon Bisa Disanksi

Rabu, 18 September 2024 - 07:21 WIB

Wujudkan Persatuan Melalui Olahraga Ditengah Perbedaan dalam Pilkada

Senin, 16 September 2024 - 13:10 WIB

Jejak Kironggo Seorang Tokoh Adat dan Prajurit Ulung Legendaris Sejarah Bondowoso

Rabu, 24 Juli 2024 - 21:31 WIB

Menjelang Pilkada 2024 : Strategi Pemain Lama dan Baru dalam Politik

Berita Terbaru

Kepala BRI Unit Pucuk, Mochamad Afnan Zainuri, saat menyerahkan bantuan program Klasterkuhidupku

Ekonomi

BRI Dorong UMKM Lamongan Maju Lewat Klasterkuhidupku

Sabtu, 5 Okt 2024 - 10:51 WIB