SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Pemerintah Kota Surabaya mengambil langkah berani dalam dunia pendidikan. Mulai tahun 2026, tidak akan ada lagi praktik penahanan ijazah bagi siswa SMA dan SMK, terutama di sekolah swasta. Kebijakan ini diambil untuk menjamin bahwa setiap lulusan bisa melangkah ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau dunia kerja tanpa hambatan administratif.
Kebijakan tersebut diumumkan langsung oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, seusai pembahasan Rancangan APBD 2026. Ia menyampaikan bahwa pemerintah kota akan memberikan bantuan rutin sebesar Rp350 ribu per siswa setiap bulan kepada sekolah swasta di Surabaya. Bantuan ini ditujukan untuk meringankan beban administrasi yang kerap menjadi penyebab penahanan ijazah.
“Untuk sekolah negeri, semuanya aman karena sudah dijamin pemerintah. Tapi bagi siswa swasta, terutama dari keluarga kurang mampu, Pemkot hadir membantu agar mereka tidak lagi kesulitan menebus ijazah,” ujar Eri Cahyadi.
Eri juga menegaskan bahwa meskipun SMA dan SMK berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemkot Surabaya tetap merasa bertanggung jawab terhadap warganya. Menurutnya, banyak siswa Surabaya yang menempuh pendidikan di sekolah swasta karena keterbatasan daya tampung di sekolah negeri.
“Yang bersekolah di Surabaya adalah warga Surabaya. Maka sudah seharusnya mereka mendapat perhatian dari Pemkot, apalagi jika berkaitan dengan masa depan anak-anak,” tambahnya.
Kebijakan ini menuai apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk anggota DPD RI asal Surabaya, Lia Istifhama, yang menilai langkah Pemkot sangat bijaksana dan humanis. Menurutnya, kebijakan tersebut menunjukkan empati pemerintah terhadap persoalan sosial yang selama ini sering diabaikan.
“Pemkot Surabaya turun tangan di sektor yang sebenarnya bukan kewenangannya, tapi dengan niat membantu warga kurang mampu. Itu langkah yang sangat humanis,” kata Ning Lia, sapaan akrabnya.
Ia mengakui bahwa praktik “tebus ijazah” masih terjadi di sejumlah sekolah, terutama akibat tunggakan administrasi. Namun, jika hal itu dibiarkan berlarut, dampaknya bisa sangat besar bagi generasi muda. Tanpa ijazah, seorang siswa tak dapat melanjutkan pendidikan atau melamar pekerjaan yang layak.
“Efek domino dari penahanan ijazah ini luar biasa. Anak-anak kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan berdaya,” ujarnya.
Lia menambahkan, kebijakan Pemkot Surabaya ini merupakan bentuk keberpihakan nyata terhadap masyarakat. Ia berharap langkah tersebut bisa menjadi contoh bagi daerah lain untuk meninjau ulang praktik serupa dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.
“Kalau pendidikan anak Surabaya terjamin, derajat ekonomi keluarga juga akan ikut meningkat. Dari pendidikan yang terbuka, perekonomian daerah pun akan ikut tumbuh,” pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin