JAKARTA, RadarBangsa.co.id -Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memberi perhatian serius atas disahkannya revisi Undang-Undang Haji dan Umrah oleh DPR. Anggota DPD RI Lia Istifhama menilai langkah ini harus benar-benar menjawab tuntutan transparansi dan peningkatan kualitas layanan bagi jamaah.
Dalam laporannya, Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyampaikan bahwa salah satu poin utama revisi ini adalah pembentukan Kementerian Haji dan Umrah. Lembaga baru tersebut dirancang sebagai one stop service sehingga seluruh urusan terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah berada dalam satu kendali.
“Perubahan undang-undang ini menjawab berbagai kebutuhan mendesak, mulai dari peningkatan kualitas akomodasi, transportasi, konsumsi, hingga layanan kesehatan jamaah, baik di Tanah Air maupun di Arab Saudi,” ujar Marwan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan, revisi juga menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, kebijakan terbaru Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, serta rencana pembentukan kelembagaan khusus yang akan mengelola seluruh aspek haji dan umrah.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, yang membacakan pendapat akhir Presiden, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen memperkuat layanan agar ibadah haji dan umrah berlangsung aman, nyaman, tertib, dan sesuai syariat.
“Beberapa poin krusial yang diatur dalam undang-undang ini meliputi pemanfaatan sisa kuota, pengawasan terhadap visa non-kuota, mekanisme pembahasan biaya penyelenggaraan, serta pemanfaatan sistem informasi terpadu untuk memperkuat transparansi,” jelas Supratman.
Ia menegaskan, “Undang-undang ini adalah bentuk tanggung jawab negara untuk memenuhi hak beragama warga dengan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan.”
Menanggapi pengesahan tersebut, Anggota DPD RI Lia Istifhama menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, langkah DPR dan pemerintah membentuk kementerian khusus harus disertai dengan manajemen yang akuntabel agar benar-benar dirasakan manfaatnya oleh jamaah.
“Harapan masyarakat tentu bukan hanya pada aspek kelembagaan, tetapi juga bagaimana pelayanan bisa lebih cepat, transparan, dan efisien. Kementerian Haji dan Umrah ini jangan sampai menambah birokrasi, melainkan justru menyederhanakan akses jamaah terhadap layanan,” ungkap Lia.
Ia juga menyoroti pentingnya sistem informasi terpadu sebagaimana diatur dalam revisi UU. Menurutnya, teknologi digital harus dimanfaatkan untuk memotong rantai panjang birokrasi sekaligus mencegah praktik percaloan atau penyalahgunaan kuota.
“Transparansi biaya, kepastian layanan, serta pengawasan yang melibatkan publik akan menjadi kunci keberhasilan reformasi ini,” tambah Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin