SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Pemerintah Provinsi Jawa Timur resmi mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Jawa Timur, Sabtu (15/11). Pengesahan tersebut ditandai dengan penandatanganan persetujuan bersama oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Ketua DPRD Jatim Muhammad Musyafak Rouf, serta jajaran wakil ketua dewan.
Dalam APBD 2026, pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp26,3 triliun, sedangkan belanja daerah sebesar Rp27,2 triliun. Pembiayaan daerah tercatat Rp916,7 miliar. Struktur anggaran ini memperlihatkan terjadinya penurunan pendapatan daerah untuk tahun kedua secara beruntun. Penyebab utamanya berasal dari kebijakan fiskal nasional yang mengubah skema dana transfer serta pembagian penerimaan pajak.
Pada 2025, penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) membuat penerimaan Jawa Timur dari Pajak Kendaraan Bermotor berkurang signifikan. Dampaknya mencapai sekitar Rp4,2 triliun. Tekanan kembali meningkat pada 2026 setelah pemerintah pusat menurunkan Transfer Keuangan Daerah (TKD) dengan nilai pengurangan sekitar Rp2,8 triliun.
Gubernur Khofifah menyebut kondisi ini terjadi bukan akibat lemahnya kemampuan pengelolaan fiskal daerah, melainkan sepenuhnya dipicu faktor eksternal. “Kontraksi ini bukan karena lemahnya kapasitas atau manajemen keuangan Pemprov Jatim, tetapi murni dampak kebijakan nasional, baik dari UU HKPD maupun penyesuaian transfer pusat. Total pengurangan pendapatan kita dalam dua tahun mencapai Rp7 triliun,” ujar Khofifah.
Ia menambahkan bahwa penurunan pendapatan dua tahun berturut-turut membuat postur APBD 2026 berbeda jauh dengan 2024. Meski demikian, pemerintah provinsi memastikan seluruh ruang fiskal yang tersisa tetap diarahkan untuk mendukung sektor-sektor esensial yang memberi dampak langsung bagi masyarakat.
Dalam kondisi tekanan eksternal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencatat perkembangan positif dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Khofifah, PAD Jatim justru meningkat sebesar Rp695 miliar atau sekitar 4 persen. Ia menyebut capaian ini sebagai bukti kerja keras seluruh perangkat daerah dalam mengoptimalkan potensi pendapatan lokal. “Meskipun tekanan fiskal terjadi dari luar, PAD kita berhasil tumbuh. Ini menunjukkan daya tahan ekonomi Jawa Timur dan upaya intensif seluruh jajaran dalam memperkuat basis penerimaan lokal,” kata dia.
Pemprov Jatim juga melakukan langkah efisiensi sejak awal 2025 mengikuti Instruksi Presiden Nomor 1/2025. Efisiensi lebih dari Rp1,1 triliun ditempuh untuk menjaga ruang fiskal tetap stabil tanpa mengganggu jalannya program prioritas.
Gubernur Khofifah menegaskan bahwa penurunan APBD tidak akan mengurangi fokus pemerintah pada kelompok masyarakat rentan dan sektor-sektor yang memerlukan intervensi. Pemerintah memutuskan untuk mempertahankan bahkan memperkuat beberapa program sosial yang menyasar warga berpenghasilan rendah. “Kami memilah ulang seluruh kegiatan. Apa yang tidak mendesak dikurangi, sementara yang menyentuh masyarakat langsung kita tambah. PKH Plus meningkat, anggaran untuk Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP) juga naik melalui KIP Jawara,” ucapnya.
Selain itu, Pemprov Jatim juga tetap memprioritaskan Program Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu) dan berbagai intervensi sosial yang ditujukan bagi warga di desil 1 hingga 4. Menurut Khofifah, keberlanjutan program-program ini menjadi penting untuk memastikan masyarakat tidak terdampak langsung oleh kontraksi fiskal. “Prioritas ini tidak boleh berhenti hanya karena dinamika fiskal. Pesan kami jelas: masyarakat rentan tetap harus mendapatkan perhatian,” tegasnya.
Dalam perencanaan APBD 2026, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menetapkan sembilan prioritas pembangunan yang menjadi fokus utama. Keseluruhan prioritas tersebut diarahkan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, memperluas lapangan kerja, memperbaiki konektivitas infrastruktur antarwilayah, meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan, serta memperkuat mutu pendidikan dan layanan kesehatan. Selain itu, pemprov juga menekankan pentingnya peningkatan tata kelola pemerintahan, penguatan kohesi sosial, serta perlindungan lingkungan hidup sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan.
Sebelum ditetapkan sebagai Perda, Raperda APBD 2026 akan dikirim ke Menteri Dalam Negeri paling lambat tiga hari sejak persetujuan. Proses evaluasi kemudian akan dilakukan oleh Kemendagri dalam waktu maksimal 15 hari kerja sesuai ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 14 Tahun 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Khofifah menyampaikan apresiasi kepada anggota DPRD Jatim yang dinilainya telah bekerja komprehensif selama proses pembahasan. “Terima kasih atas sinergitas antara DPRD Jatim dan Pemprov Jatim. Semoga ikhtiar ini membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan mempercepat pertumbuhan ekonomi inklusif, peningkatan produktivitas, serta ketahanan pangan dan energi,” ucapnya.
Di luar optimalisasi APBD, Pemprov Jatim juga terus memperluas kerja sama strategis dengan berbagai pihak untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi. Salah satu langkah yang mendapat perhatian luas adalah misi dagang ke Singapura yang menghasilkan transaksi mencapai Rp4,16 triliun. Angka tersebut melengkapi serangkaian misi dagang sebelumnya yang rata-rata menghasilkan transaksi antara setengah triliun hingga lebih dari satu triliun rupiah di berbagai provinsi.
Kerja sama dengan Singapura tak hanya berhenti pada perdagangan. Melalui program RISING (Republic of Indonesia and Singapore Fellowship), Pemerintah Provinsi Jawa Timur mendapat kesempatan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang kesehatan, pendidikan, investasi, hingga reformasi birokrasi. “Alhamdulillah, kita mendapatkan penguatan dari Pemerintah Singapura. Tiga sektor sudah berjalan kesehatan, investasi, dan pendidikan. Program pelatihan guru bahkan sudah selesai dan kita sedang menyiapkan tahap lanjutan di Jawa Timur agar cakupannya lebih luas,” jelas Khofifah.
Menurut dia, pola kerja sama internasional ini menjadi penting untuk membangun daya saing daerah, termasuk meningkatkan kualitas layanan publik serta menarik lebih banyak investasi. “Pertumbuhan dan pemerataan tidak bisa bertumpu pada APBD semata. Sinergi dengan berbagai pihak adalah kunci agar Jawa Timur tetap terjaga stabilitasnya dan terus tumbuh,” tutupnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin










