MALANG, RadarBangsa.co.id – Dinamika politik dan administrasi di Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) kembali menjadi sorotan publik. Polemik pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja paruh waktu (PPPK) semula berkaitan dengan dugaan praktik percaloan, kini berkembang menjadi perdebatan politik yang memicu ketegangan dan memunculkan kritik terhadap etika komunikasi publik di daerah.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya menilai, isu ini lebih dari sekadar perbedaan pandangan administratif. “Demokrasi yang sehat menuntut keberanian berpihak pada kebenaran dan moral publik, bukan hanya kepentingan politik,” kata Gilang Dalu, Koordinator Daerah BEM Malang Raya sekaligus mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
Ketegangan muncul saat anggota DPRD Gorut, Dheninda Chaerunnisa, mengimbau masyarakat agar berhati-hati terhadap potensi calo dalam proses administrasi PPPK. “Tujuan imbauan saya adalah melindungi masyarakat dari praktik ilegal yang bisa mencederai prinsip keadilan dan meritokrasi. Fungsi legislator bukan untuk menimbulkan keresahan, tetapi memastikan transparansi dalam kebijakan publik,” ujar Dheninda.
Respons langsung datang dari Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Gorut, Hamzah Sidik Djibran. Dalam siaran langsung di media sosial, Hamzah menegaskan, “Tidak ada praktik permainan uang dalam seleksi PPPK. Dugaan percaloan yang beredar hanyalah spekulasi yang belum terbukti.” Pernyataan ini diperkuat oleh Indra Dianan Jaya, anggota Solidaritas PPPK Paruh Waktu. “Kami bekerja secara transparan sesuai prosedur. Tidak ada calo, dan semua proses seleksi terbuka untuk verifikasi publik,” ujar Indra.
Situasi memanas ketika video Dheninda menghadiri aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Gorut menjadi viral. Beberapa warganet menilai gestur tubuhnya sebagai bentuk ejekan terhadap orator aksi. Aliansi Masyarakat Peduli Gorut (AMP-Gorut) menyampaikan kekecewaan, dengan alasan kehadiran anggota dewan seharusnya menampung aspirasi masyarakat, bukan mempermalukan pihak manapun. “Kami berharap wakil rakyat tetap menjaga etika, meski menghadapi situasi panas,” kata Koordinator AMP-Gorut.
Menanggapi tudingan itu, Dheninda menegaskan sikapnya dengan bijak. “Seribu kebaikan tidak menjadikan seseorang malaikat, tetapi satu kesalahan bisa terlihat buruk,” tulisnya di akun Facebook pribadi. Di Instagram, ia menambahkan, “Saya tidak akan membalas kebencian. Bahkan kebaikan pun bisa disalahpahami oleh mereka yang tidak memahami konteks.”
Dalam klarifikasi resmi kepada BEM Malang Raya, Dheninda menekankan, “Langkah saya adalah bagian dari fungsi pengawasan legislatif. Tudingan bahwa ini terkait politik pasca-Pilkada atau menyerang eksekutif tidak berdasar. Saya bekerja untuk integritas kebijakan publik, bukan kepentingan politik pribadi.”
BEM Malang Raya menilai, menolak isu percaloan tanpa membuka ruang verifikasi publik menunjukkan kelemahan berpikir hukum dan administratif. Efendi Dali, aktivis publik, melaporkan kepada Maestro-News.com bahwa terdapat masyarakat yang mengaku dimintai uang oleh oknum tertentu agar lolos seleksi PPPK. “Fakta ini menunjukkan bahwa dugaan percaloan memiliki dasar empiris dan perlu ditindaklanjuti melalui mekanisme resmi,” ujar Efendi.
Secara yuridis, tindakan Dheninda sejalan dengan Pasal 20A UUD 1945 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberi DPRD hak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Imbauannya kepada masyarakat agar tidak mempercayai calo merupakan tindakan preventif yang sah secara hukum. Dari perspektif sosiologis, langkah ini mencerminkan politik etis yang berpihak pada masyarakat kecil. Dari sudut filosofis, tindakan legislator ini selaras dengan prinsip hukum progresif Prof. Satjipto Rahardjo, di mana hukum seharusnya hidup dan melindungi manusia, bukan sekadar menunggu formalitas prosedural.
“Isu PPPK harus diselesaikan melalui mekanisme transparan berbasis data, bukan dengan menyerang individu yang memperjuangkan integritas kebijakan publik. Demokrasi sejati menuntut keberanian berpihak pada moral rakyat, bukan sekadar kekuasaan,” tegas Gilang Dalu.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin









