SIDOARJO, RadarBangsa.co.id – Dugaan Permainan Oknum Pejabat Terkait Tanah Cuwilan di Sidoarjo, Tomas Laporkan Kasus ke APH, Tomas (Toko Masyarakat) berinisial S telah membuat laporan ke Aparat Penegak Hukum (APH), menyatakan adanya dugaan permainan oleh oknum pejabat terkait tanah cuwilan di wilayah kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. Laporan tersebut diajukan pada Sabtu (23/12) guna meminta penjelasan dan keadilan.
Obyek tanah yang diduga bermasalah terletak di salah satu desa di wilayah kecamatan Taman, yang saat ini tengah mengimplementasikan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). S menegaskan bahwa ada indikasi permainan wewenang jabatan, pungutan liar (pungli), dan pelanggaran hukum lainnya yang dilakukan oleh oknum pejabat serta panitia PTSL.
“Saya melaporkan adanya pelanggaran Pasal 266 Jo 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada tanah cuwilan yang dijual secara pribadi oleh bekas kepala desa TS (inisial) pada era tertentu, dan uang hasil penjualan disebut digunakan untuk pembangunan pagar balaidesa. Namun, warga eks Gogol yang merupakan pemilik tanah tersebut tidak pernah menjualnya,” ujar S kepada Media Radarbangsa.co.id.
Masih kata S, bahwa pada masa tersebut, tanah cuwilan tersebut seharusnya menjadi aset desa, sejalan dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 51 Tahun 2011 dan Perbup Nomor 48 Tahun 2017 yang mengesahkan status tersebut. Meski sebelumnya pernah diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ditolak, namun kini terdapat dugaan pemalsuan data dalam akta otentik yang menyertai pengajuan sertifikat melalui PTSL.
“Proses pengajuan sertifikat melalui PTSL diduga melibatkan pemalsuan data dalam akta otentik, termasuk surat keterangan riwayat tanah dan keterangan tidak sengketa yang dikeluarkan oleh kepala desa. Ini menjadi sorotan karena kunci keluarnya sertifikat tergantung pada keputusan kepala desa,” ungkapnya.
S juga menyebut adanya pungutan uang kepada warga yang menempati tanah cuwilan eks Gogol di luar biaya PTSL, dengan jumlah sekitar 3 juta rupiah. Dengan melaporkan kasus ini, S berharap agar APH, terutama Kejaksaan Negeri Sidoarjo, dapat mengambil tindakan tegas.
“Kami berharap agar APH tidak hanya menerapkan restorative justice (RJ), karena banyak laporan yang di-RJ selama ini. Hal ini tidak membuat efek jera, malah membuat kepala desa semakin berulang kali melakukan perbuatan pidana,” tegas S.
Lebih lanjut, S meminta BPN untuk menghentikan atau tidak menerbitkan sertifikat yang berhubungan dengan tanah cuwilan tersebut.”Bahwa tanah tersebut merupakan aset desa dan tidak boleh menjadi milik pribadi,”imbuhnya.
Wartawan Radarbangsa.co.id mencoba menghubungi Pejabat Kepala Desa terkait permasalahan ini. Kepala Desa memberikan klarifikasi, menyatakan bahwa tidak ada pungutan liar dalam proses pembuatan surat waris, hibah, atau penjualan.
Terkait status tanah cuilan yang sudah resmi dimiliki oleh perorangan, Kepala Desa menjelaskan sejarahnya. “Tanah tersebut sudah resmi atas nama Abdullah dengan letter C, kemudian dibeli oleh I Gede Ra’i Iriawan dari Surabaya. Setelah itu, tanah tersebut diwariskan kepada anaknya, Agung, dan kemudian dijual ke Suprio dengan proses mutasi jual beli resmi,” ungkap Kepala Desa.
Kepala Desa menegaskan bahwa tanah tersebut tidak bermasalah dalam proses PTSL dan telah diterima oleh BPN berdasarkan hak resmi dari desa. “Berita yang menyatakan tanah tersebut bermasalah dan ditolak dalam proses PTSL adalah tidak benar,” tegas Kepala Desa.