JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Potensi ekspor produk industri kehutanan Indonesia, hulu-hilir, ke Jepang masih terbuka luas, namun perlu diperhatikan regulasi pelestarian lingkungan yang ketat di Negara Sakura ini. Dalam Pertemuan Perdana antara Menteri Jepang Suga Yoshihide dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bogor pada Oktober 2020 lalu, telah disepakati berbagai kemudahan berbisnis antar Indonesia dan Jepang.
Demikian disampaikan Duta Besar RI untuk Tokyo, Heri Akhmadi, saat membuka Seminar: “Indonesia – Japan Virtual Forum On Paper Products: Toward SDGs Achievement Through Pulp And Paper Industry, pada hari Kamis, (10/12/20).
Indonesia masuk dalam tiga besar pengekspor produk kertas ke Jepang, dengan pangsa pasar 13% dan bersaing ketat dengan Tiongkok, Amerika Serikat, Finlandia dan Korea Selatan. Berkaitan dengan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs) pada industri pulp and paper, Dubes Heri Akhmadi menegaskan bahwa dalam kerjasama industri kehutanan hulu-hilir, Indonesia – Jepang, perlu lebih ditingkatkan koordinasi, komunikasi dan perhatian pada komunitas lokal.
“SDGs tidak hanya tentang pembangunan ekonomi dan ekologi, tetapi juga tentang masyarakat dan perlu dipastikan bahwa SDGs akan membantu masyarakat atau komunitas lokal mendapatkan kehidupan yang lebih baik sambil menjaga hutan dan keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) Indroyono Soesilo menyampaikan bahwa pandemi Covid 19 telah mengakibatkan ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang periode Januari – November 2020, turun -15% dari USD 1.24 miliar di tahun 2019 menjadi USD 1.06 miliar.
“Khusus untuk produk kertas, ekspor ke Jepang pada Januari – November 2020 mencapai USD 307 juta, turun — 14% dibanding ekspor tahun 2019 pada periode yang sama, yaitu mencapai USD357 Juta,” ujar Indroyono di Jakarta, Sabtu, (12/12/2020).
Dalam rangka peningkatan ekspor pulp dan paper ke Jepang, Indroyono menjelaskan, konsumen di Jepang yang memiliki preferensi yang tinggi terhadap lingkungan, perlu diyakinkan bahwa pulp dan paper di Indonesia merupakan produk yang bahan bakunya berasal dari hutan tanaman yang lestari, yang telah disertifikasi melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu , maupun skema voluntary seperti Programme for Endorsement of Forest Certification (PEFC).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Usaha Hutan Produksi KLHK, Istanto menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 293 Unit Usaha Hutan Tanaman Industri (HTI), 75% diantaranya memasok bahan baku untuk 10 Industri Pulp dan Kertas di tanah air, empat diantaranya adalah investasi Jepang. “Investasi Jepang untuk sektor usaha HTI pulp dan kertas ini perlu lebih dikembangkan dimasa depan,”ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp & Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida mengemukakan bahwa 50% bahan baku kertas datang dari hutan tanaman dan 50% nya lagi merupakan kertas daur ulang.
“Jepang termasuk salah satu negara pengekspor kertas daur ulang yang besar ke Indonesia, dan kegiatan daur ulang kertas tentu sangat mendukung aspek lingkungan hidup dan sesuai dengan sasaran SDGs,” kata Liana.
Disamping itu, Liana menambahkan bahwa berbagai peraturan dan sertifikat wajib seperti SVLK (Kayu Legal), dan Sertifikat PHPL, serta sertifikat sukarela seperti Ecolabel, IFCC/PFCC, Green Industry Standard dan Green Public Procurement sudah dimiliki oleh produsen-produsen pulp dan kertas di Indonesia.
“Ini semua juga mendukung SDGs, dan diharapkan, melalui produk berkualitas dan berstandar internasional tadi maka produk kertas dan pulp Indonesia dapat masuk ke Pasar Jepang tanpa halangan, seperti masuk ke Tokyo Metropolitan Government yang sudah mulai menerapkan Revision of Green Procurement Policy 2020,” tutup Liana.
(Fri)