YOGYAKARTA, RadarBangsa.co.id – Empat warisan budaya asal Kabupaten Gunungkidul resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia tahun 2024. Sertifikat penghargaan ini diserahkan langsung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, kepada Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih, Selasa (26/5/2025), di Gedhong Pracimasan, Komplek Kepatihan Kantor Gubernur DIY.
Keempat warisan budaya yang mendapat pengakuan tersebut adalah Tradisi Sambatan, Njaluk Udan, Bersih Kali, dan Gudeg Gedebog Pisang. Semua merupakan kekayaan budaya yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Gunungkidul.
“Hari ini kita kepala daerah Bupati/Wali Kota se-DIY diundang oleh Ngarsa Dalem untuk menerima sertifikat Warisan Budaya Tak Benda. Dari Gunungkidul ada empat yang ditetapkan,” ujar Bupati Endah Subekti seusai menerima sertifikat.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, mengungkapkan bahwa DIY menjadi daerah dengan jumlah perolehan WBTB terbanyak secara nasional pada tahun 2024.
Tercatat, 32 karya budaya dari berbagai kabupaten/kota di DIY ditetapkan sebagai WBTB oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Ini menjadi capaian tertinggi DIY sejak 2013. Ada 5 karya dari Keraton, 4 dari Kulon Progo, 5 dari Bantul, 8 dari Sleman, 4 dari Gunungkidul, dan 6 dari Kota Yogyakarta,” papar Dian.
Penyelenggaraan penyerahan sertifikat ini juga menjadi pembuka Pergelaran Perayaan Warisan Budaya Takbenda DIY 2025 ‘Ajur Ajer #3 Bayu Manah’, yang berlangsung mulai 26 hingga 28 Mei 2025 di Hotel Royal Brongto.
Dalam sambutannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X menekankan bahwa pelestarian budaya tak sekadar menjaga bentuk atau tampilan tradisi, tetapi juga harus mempertahankan nilai, makna, dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat.
“DIY tidak boleh hanya menjadi ‘etalase budaya’ yang sekadar memamerkan masa lalu tanpa merawat rohnya,” tegas Ngarsa Dalem.
Sri Sultan juga menegaskan pentingnya pendekatan berbasis komunitas dalam pelestarian budaya. Menurutnya, pelaku budaya harus menjadi subjek utama dalam upaya pelestarian, bukan sekadar objek dari program pemerintah.
“Saya mendorong agar pelestarian WBTB ke depan melibatkan generasi muda secara aktif, memberi mereka ruang dan alasan kuat untuk terhubung dengan tradisi sebagai sumber identitas dan inspirasi,” imbuhnya.
Empat karya budaya dari Gunungkidul yang berhasil diakui secara nasional merupakan representasi dari kekayaan nilai lokal, gotong royong, dan harmoni dengan alam.
Tradisi seperti Sambatan dan Njaluk Udan menggambarkan semangat kolektivitas, sementara kuliner seperti Gudeg Gedebog Pisang mencerminkan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Dengan pengakuan ini, Gunungkidul tak hanya mengangkat potensi budaya daerah, tapi juga menegaskan peran strategisnya dalam memperkuat jati diri kebangsaan di tengah arus modernisasi.
Penulis : Paiman
Editor : Zainul Arifin