JATIM, RadarBangsa.co.id – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bersama Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara membuka acara sosialiasi undang – undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang baru disahkan, pada 7 oktober 2021 kepada para pengusaha dan OPD di lingkungan Pemprov Jatim yang dilaksanakan di gedung negara Grahadi, Kamis (20/1/2022).
Sosialisasi UU HPP ini diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan dan Direktorat Jendral Pajak dan dihadiri oleh Anggota DPR RI Komisi 11 dari Fraksi PDIP Indah Kurnia, Fraksi Golkar DPR RI, M Sarmuji, dan M. Misbhakhun, serta dari Dirjen Pajak.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pemerintah provinsi Jatim mendukung adanya sosialisasi UU HPP tersebut. Gubernur Khofifah juga menyampaikan, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur berhasil menurunkan kemiskinan tertinggi nasional periode Maret-September 2021 sebesar 313.130 jiwa atau 30% dari total penurunan kemiskinan nasional.
“Penurunan angka kemiskinan Jatim mampu berada di posisi tertinggi se-Indonesia, sepanjang periode Maret hingga September 2021, dan saat ini pertumbuhan ekonomi di Jatim mulai bangkit ditengah pandemi covid 19 ini,” katanya.
Sementara itu Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengajak kepada para pengusaha untuk memanfaatkan pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) aset wajib pajak (WP) . Menurutnya PPS tersebut dibuat untuk memberikan kesempatan kepada WP untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.
“Program ini berlangsung mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022 atau hanya 6 bulan sehingga masih ada kesempatan bagi WP untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya yang nantinya menjadi pondasi negara untuk dikuatkan melalui pembayaran pajak yang sustain,” katanya.
Dia menjelaskan pelaporan PPS bisa dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login dalam jangka waktu 24 jam. Program ini terbagi menjadi 2 skema, yang pertama bagi WP orang/badan yang pernah mengikuti tax Amnsety tetapi masih terdapat harta (tahun 1985 – 2015) yang belum/kurang dilaporkan, dan kedua adalah WP orang pribadi yang memperoleh harta mulai 2016 – 2020.
Adapun terdapat 2 kebijakan PPh Final bagi yang mengikuti PPS ini. Untuk Kebijakan 1 terdiri dari harta luar negeri dikenakan 11 persen, harta luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri dikenakan 8 persen, serta harta luar negeri yang direpatriasi dan harta luar negeri, serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi SDA/energi terbarukan dikenakan 6 persen.
Sementara untuk kebijakan 2 yakni bagi harta luar negeri yang direpatriasi dikenakan 18 persen, harta luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri 14 persen, serta harta luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta investasi dalam SBN dan hilirisasi dikenakan 12 persen.
Dalam kesempatan itu, Suahasil pun mengajak para pengusaha yang hadir dalam sosialisasi untuk segera melaporkan hartanya secara sukarela agar tidak terlambat dari batas waktu yang mengakibatkan pengenaan sanksi hingga 200 persen