PAPUA BARAT-MIMIKA, RadarBangsa.co.id – “Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mimika mencatat, sampah organik dan non organik yang dihasilkan warga Kota Timika setiap harinya mencapai 250 ton. Akibatnya 10 unit armada pengangkut sampah beroperasi sejak pagi hingga sore, bahkan malam hari.
Meskipun sampah yang dihasilkan cukup banyak, namun pihak BLH membantah jika banjir Kota Timika disebabkan limbah industri rumah tangga tersebut.
“Memang sampah Timika ini sangat banyak. Tapi kalau ada yang menuduh sampah menjadi penyebab banjir itu tidak benar. Kan kalau drainase bersih tidak mungkin sampah ada, karena pasti terbawa banjir. Atau tidak mungkin orang buang sampah di kali yang bersih, jadi ini ada keterkaitan,” ungkapan Kepala DLH, Ir Limi Mokodompit MM.Rabu,(15/07/2020)
sampah terbawa banjir di DAS Kampung Nawaripi
Dijelaskan, sampah yang begitu besar dihasilkan usaha-usaha produktif sejumlah unit usaha, seperti perhotelan, rumah makan, usaha perdagangan, distributor, toko, kios dan rumah tangga.
Unit kebersihan dan sampah secara kontinue bekerja pagi hingga sore bahkan malam melakukan aktivitas pengangkutan.
“Kita punya 10 unit armada pengangkut, mereka gunakan sistem sift, kadang angkut sampai malam karena luar biasa banyaknya sampah yang harus dibersihkan,” Tegasnya
normalisasi sungai untuk menghindari banjir, dijelaskan Limi itu bukan tugas pihaknya.
Kata dia, empat bulan lalu, DLH, Dinas PU dan Dinas Pemukiman sempat berkumpul berbicara tentang sampah, selokan, bahu jalan, dan normalisasi.
“Kebetulan Bapak Wakil Bupati yang fasilitasi. Beliau pernah bicara soal sampah, normalisasi, dan sumbatan-sumbatan itu secara teknis ada pada dinas masing-masing. DLH punya perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang Persampahan, tugas DLH, mengumpul, mengangkut dan membuang ke Tempat Pembuangan akhir (TPA) . Sedangkan normalisasi ada pada OPD lain. Sesuai tugas pokok dan fungsi DLH hanya urus sampah sesuai Perda No 11 Tahun 2012,” paparnya.
Limi tidak membantah menumpuknya sampah dalam kota. Ia menerangkan, sampah dalam kota bisa teratasi jika muncul kesadaran dalam diri warga.
“Saya berharap masyarakat tidak mengkambinghitamkan soal sampah kepada DLH. Kalau normalisasi ada di PU, dan butuh dana besar untuk peralatan dan lain-lainnya. Sudah benar apa yang Pak Wakil Bupati bicara, bukan semata-mata soal sampah ssehingga menimbulkan kota banjir. Kita butuh nomalisasi sehingga tidak banjir karena memang tidak ada pembuangan,” menyempaikan
Limi mengemukakan, untuk armada, ada bantuan dari Kementerian DLH sebanyak enam unit dam truk yang diberikan bulan lalu. Meski begitu belum bisa dioperasikan karena belum ada ketersediaan sopir dan tenaga pengangkut sampah.
Sementara terkait kemungkinan ditangani swasta, dia menjelaskan sudah melakukan studi banding ke sejumlah kota termasuk ke Surabaya. Katanya ini pekerjaan pemerintah yag rutin dan tidak harus ditangani dunia usaha.
“Kita mau serahkan ke swasta yang kelola tapi dia tidak mau pakai mobil kita, dia mau sopir sendiri. Lalu 10 unit armada dengan tenaga 140 yang kita punya mau dikemanakan” ujarnya.
Limi menjelaskan untuk pengangkutan sampah dibagi dalam dua shift (pagi dan siang hari) sedangkan sore ada roda tiga yang dibagi ke kelurahan.
Kendaraan roda tiga diserahkan sendiri oleh Bupati dan wakil bupati. Roda tiga fungsinya angkut sampah dari RT-RT, kemudian dibawa ke TPS. Kelurahan punya otoritas dan otonomi kekuasaan sehingga ada lahan yang dipakai untuk bangun TPS masing-masing. Kenyataannya kendaraan roda tiga tidak berfungsi maksimal, dan warga buang sampah sendiri ke TPS atau pinggir jalan,” ujarnya.
(E.S.R)