KOTA SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk menunda deadline kewajiban sertifikat halal bagi produk usaha mikro dan kecil dari Oktober 2024 menjadi Oktober 2026.
Sementara itu, deadline sertifikat halal bagi pelaku usaha berskala menengah dan besar tetap berlaku pada 17 Oktober 2024.
Menyikapi kebijakan tersebut, Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024, Khofifah Indar Parawansa, menyampaikan bahwa ini menjadi kesempatan bagi para pelaku usaha mikro dan kecil di Jawa Timur yang belum mengantongi sertifikasi halal untuk mengejar langkah dan segera mengurus kelengkapan sertifikasi halal.
“Kebijakan ini patut disambut baik. Artinya, pemerintah pusat memiliki keberpihakan bagi pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia untuk segera memiliki sertifikat halal,” tegas Khofifah pada Rabu (22/5/2024).
“Maka, bagi pelaku usaha mikro dan kecil di Jatim, mari manfaatkan kesempatan ini untuk segera mengurus dan melengkapi sertifikat halal produknya,” imbuh wanita yang juga Ketum PP Muslimat NU ini.
Sebagaimana diketahui, usaha dikatakan berskala mikro apabila omzet penjualannya per tahun mencapai Rp1-2 miliar. Sedangkan usaha yang dikategorikan kecil adalah yang penjualannya sampai dengan Rp15 miliar per tahun.
Pemerintah telah menetapkan bahwa kewajiban sertifikasi halal pada tahun 2026 berlaku bagi pelaku usaha yang memproduksi produk dalam kategori makanan, minuman, obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia, kosmetik, aksesori, barang guna rumah tangga, serta berbagai alat kesehatan.
Berdasarkan catatan data Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) per April 2024, sudah ada 317.110 produk usaha yang mengantongi sertifikat halal. Dimana mayoritas milik pelaku usaha kategori UMKM.
“Syarat utama bagi usaha yang akan mengurus sertifikasi halal adalah memiliki nomor induk berusaha (NIB). Maka UMKM Jatim harus mulai untuk mengurus NIB agar bisa mendapatkan sertifikat halal,” tegas Khofifah.
Menurutnya, pengurusan sertifikasi halal di Jatim sudah sangat mudah. Sebab seluruh pihak bersinergi untuk mencapai target kewajiban mengantongi sertifikat halal. Selain itu infrastruktur halal yang tersedia di Jawa Timur juga sangat lengkap. Ada 48 pusat kegiatan halal (halal center) di Jatim, kemudian ada 48 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) dengan total 15.727 pendamping, serta 12 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Jatim.
“Meski begitu lembaga sertifikasi halal memang harus ditambah. Mengingat pelaku UMKM di Jatim sangat besar jumlahnya. Agar percepatan dan penjangkauan bisa dilakukan secara lebih masif,” tegas Khofifah.
Agar bisa memfasilitasi percepatan pengurusan sertifikasi halal bagi para pelaku UMKM, Khofifah juga mendorong peningkatan jumlah SDM Halal, mulai dari auditor halal, Penyelia Halal, Pendamping PPH. Selain itu Khofifah juga berharap adanya optimasi Sistem Informasi Produk Halal (SIPAHALA) yang mengintegrasikan data produk halal, bahan baku halal, sumber daya pendukung sertifikasi halal, dan layanan pendampingan sertifikasi halal.
“Dengan begitu pelaku usaha yang akan mengurus sertifikasi halal akan dimudahkan. Kalau jumlahnya banyak, dan tersebar merata, maka jangkauannya akan menjadi lebih luas. Tidak ada alasan, ribet, jauh, antre atau yang lain,” tegas Khofifah.
Khofifah optimistis jika proses sertifikasi halal dioptimalkan, maka produk-produk halal dari Jatim akan bisa memberikan support lebih signifikan bagi ekonomi daerah. Bahkan menurutnya, sertifikasi halal adalah salah satu upaya untuk membawa Jatim menjadi pusat industri halal di Indonesia.
“Kekuatan Jatim untuk menjadi pusat industri halal sangat besar. Mulai banyaknya pelaku usaha Jatim yang merupakan penghasil produk halal, banyaknya jumlah pesantren, keberadaan kawasan industri, hingga getolnya semua pihak untuk mewujudkan industri halal menjadi modal yang sangat kuat Jatim akan menjadi pusat industri halal di Indonesia,” pungkas Khofifah.