JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Komnas Perlindungan Anak mengigatkan JPU dan Hakim PN Malang, “Jangan alihkan kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan Yulianto Ekaputra bos SPI ke kasus kekerasan fisik dengan menggunakan 4 pasal alternatif yang didakwakan JPU kepada terdakwa Julianto Ekaputra “, karena faktanya kasus yang dilaporkan korban sejak 30 Mei 2020 kepada Polda Jatim adalah kasus kekerasan seksual, bukan kekerasan fisik,” demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam Konferensi Pers di PN Malang Rabu 16/02/22 dalam menyikapi atas 4 pasal alternatif yang didakwakan JPU kepada
terdakwa Julianto Ekaputra.
“Sejak semula naluri hukum dan naluri pendampingan saya terhadap korban-korban kejahatan seksual, saya dan tim Litigasi dan Rehabilitasi Sosial Anak kasus SPI sudah menaruh curigah bahwa kasus ini terasa “masuk angin” dan mengendap dan mondar mandir dari Penyidik ke Kejati Jawa Timur dan balik lagi ke Polda Jawa Timur tanpa kejelasan hukum sehingga memakan waktu sembilan bulan lamanya dan baru dapat disidangkan di PN Malang Rabu (16/02/22).
Lamanya perkara ini di sidangkan terkesan dan perlu dikritisi hanya untuk mengalihkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa Jilianto ke kasus kekerasan fisik.
Kejanggalan ini dinilai telah merugikan hak anak dan mengabaikan hak legalilitas, kesamaan hak, cepat, murah tepat, dan berkeadilan bagi korban.
Kasus kejahatan seksual yang yang sedemikian biadabnya yang diduga dilakukan Julianto pengelolah Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) terhadap muridnya SDS, sesungguh tidak perlu terjadi jika semua pihak khususnya aparatus penegak hukum yang menangani perkara ini punya perspektip anak sebagai korban.
Disamping itu, tidaklah berlebihan jika “diduga” telah terjadi konpirasi hukum banyak pihak yang berkepentingan agar kasus kejahatan seksual yang dilakukan Julianto “digeser” ke kasus kekerasan fisik dengan ancaman hukuman minimal dibawah 3 tahun, dengan demikian nantinya Julianto Ekaputra bisa terbebas dari dakwaan kasus kekerasan seksual yang ancamannya maksimal hukuman seumur hidup bahkan hukuman mati.
Kejanggalan yang diperagakan JPU dan Hakim PN Malang dalam sidang pembacaan dakwaan Rabu 16/02/22 di PN Malang terhadap terdakwa Julianto Ekaputra secara tertutup, Julianto tidak dalam status tahanan dan tidak mengunakan baju tahanan dan tidak dijemput dengan mobil tahanan, sementara dakwaan JPU dalam dakdawaan menggunakan UU RI No. 17 Tahun 2016 dengan ancaman diatas lima tahun dan maksimal seumur hidup padahal status Julianto Ekaputra oleh Pengadilan Negeri Surabaya secara hukum sah sebagai tersangkah setelah gugatan praperadilannya kepada Polda Jawa Timur di tolak oleh PN Surabaya.
Patutlah sidang perdana Julianto Ekaputra yang berlangsung Rabu 26/02/22 yang lalu dinyatakan tertutup itu, patut dikritisi dan diduga supaya dakwaan yang dibacakan JPU tidak ketahui publik.
Dari kronologis dan kejanggalan-kejangalan yang diperagakan atas kasus terdakwa Julianto Ekaputra ini, sangatlah mencederai harkat dan marbabat anak sebagai korban dan anak Indonesia pada umumnya.
Kejanggalan proses hukum lain adalah selain Julianto Ekaputra tidak ditahan dengan alasan terdakwa koperatif, sangat ditakutkan kasus yang semula dilaporkan oleh korban adalah kekerasan seksual nampaknya bisa jadi akan “dipaksakan” berubah menjadi tindak pidana kekerasan fisik sesuai dengan bunyi pasal 81 ayat (1) junto pasal 76D UU RI No.17 tahun 2016 yang didakwakan sebagai pasal alternatip.
Oleh karenanya demi kepentingan terbaik anak dan keadilan hukum bagi korban, Komnas Perlindungan Anak dan segenap kekuatan masa anak, ormas dan perempuan Komnas Perlindungan anak di Malang Raya akan mengawal kasus perkara ini dalam bentuk-bentuk aksi damai agar kasus Julinato tidak bergeser dari kasus kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa Julianto ke kasus kekerasan fisik sekalipun sidang kasus kekerasan seksual dinyatakan tertutup.
“Tertutup untuk sidang Julianto tetapi terbuka untuk Aksi Damai” tegas Arist.
Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak mengingatkan, demi kepentingan terbaik anak dan untuk menghentikan aksi-aksi bejat predator dan monster anak yang dapat merusak masa depan anak kita cucu kita, agar JPU dan Hakim PN Malang yang menangani perkara Julianto.
” Jangan main-main terhadap kasus kejahatan luar biasa ini., “Ingat dan tengoklah wajah anak dan cucu kita yang menanti keadilan dari kita. “Untuk kasus ini Kommas Perlindungan Anak meminta atensi Kejagung dan Mahkamah Agung, pinta Arist.