MALANG, RadarBangsa.co.id – Semenjak kasus kejahatan seksual yang diduga dilakukan terdakwa Julianto Ekaputra pemilik Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu Malang di Praperadilkan oleh Julianto Ekaputra melalui kuasa hukumnya di PN Surabaya. (11/03)
Gugatan praperadilan itu dimaksudkan untuk menggagalkan statusnya sebagai tersangka uang ditetapkan Polda Jatim, hingga saat ini kasusnya pun masih digelar di PN Malang.
Dalam berbagai kesempatan yermasuk dalam persidangan praperadilan di PN Siranaya maupun di PN Malang, Julianto terdakwa predator seksual anak ini melalui kuasa hukum sengaja membangun opini bahwa korban adalah perempuan nakal, tak bermoral dan penghianat.
Kondisi ini dibangun semenjak Julianto Ekaputra melakukan gugatan mem praperadilkan Polda Jatim untuk tujuan menggagalkan statusnya sebagai tersangka di PN Surabaya.
Semua saksi fakta yang dihadirkan penasehat hukum Julianto Ekaputra dalam sidang gugatan praperdilan secara bersamaan pula dan terasa sudah dilakukan simulasi lebih dulu, enta oleh siapa telah terkesan mengkontruksi bahwa korban SDS adalah anak perempuan nakal tak bermoral dan tak tahu diri dan penghianat.
Demikian juga pertanyaan-pertanyaan penasehat hukum Julianto saat meminta pendapat ahli forensik maupun ahli pidana yang dihadirkan Julianto sebagai upaya untuk menghilangkan perbuatan tindak pidana kejahatan seksual yang diduga dilakukan terdakwa Julianto Ekoputra juga patut diduga mengkontruksi korban adalah perempuan nakal dan tak bermoral dan pengkhianat dan tak tahu diri.
Sungguh menyakitkan dan merendahkan martanat kemanusiaan menmpatkan korban sebagai perempuan tak bermoral. “Sesungguhnya siapakah yang tak bermoral pterdakwa atau korban?..demikian pertanyaan Arist.
Pertanyaannya yang mendasar jika itu terjadi dan dialami anak cucu kita dan adik kita apa yang bisa kita buat?
Kita biarkan kah atau kita berdiam diri?
“Namun saya percaya walaupun korban telah dikontruksi sebagai perempuan nakal dan tak brrmoral dan telah menyakitkan dan merendahkan martabat kemanusiaan, Komnas Perlindungan Anak berharap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan maksimal dan sesuai dengan fakta dipersidangan dan keterangan saksi kotban, Majelis hakim akan memutuskan perkara ini secara adil.” perlu diingat tidak ada predator seksual anak yang terlepas dari perbuatannya ” tambah Arist.
Disamping itu, adalah tidak benar bahwa korban menggunakan hijab dan kacamata hitam merupakan eksploitasi busana agama. “Itu tidak benar”
Untuk diketahui penggunaan kerudung atau hijab dan kacamata hitam itu digumakan diberbagai tempat baik korban pada saat melaporkan kasus kepada polisi, media konprensi pers, Talkshow di TV dan media lainnya oleh korban digunakan untuk menutupi wajah dan identitas korban dari media sesuai dengan kode etik perlindungan korban.
Dan adalah tidak benar pula bahwa korban tidak konsisten dan berubah-ubah dalam memberikan keterangan sebagai saksi korban dan tidak sesuai dengan BAP.
Sesungguhnya saksi korban dalam memberikan keterangan dalam persidangan di PN Malang cukup jelas dan detail serta akurat danp sesuai pula dengan kebenaran fakta sekalipun dihadapan terdakwa Julianto.
Dalam fakta pesidangan terurai bahwa terdakwa Julianto bukan saja melakukan kejahatan seksual terhadap anak tetapi juga terhadap murid perempuan yang sudah tamat dari SPI dan dewasa.