Masyarakat Pedesaan Indonesia dalam Pusaran Budaya, Ekonomi, dan Politik : Sebuah Refleksi Pasca-Pemilu

- Redaksi

Rabu, 18 Desember 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RadarBangsa.co.id – Indonesia hari ini adalah hasil dari perjalanan panjang masa lalu. Dalam berbagai aspek, apa yang kita pikirkan dan rasakan saat ini adalah cerminan dari tindakan dan keputusan sebelumnya. Tulisan ini adalah refleksi singkat tentang peristiwa dan dinamika yang berdampak pada kondisi saat ini, khususnya pasca-pemilu.

Pemilu yang telah terlaksana memberikan pelajaran berharga bagi perkembangan bangsa Indonesia. Secara normatif, pemilu diselenggarakan dengan landasan hukum dan kaidah politik tertentu. Namun, efeknya tidak terbatas pada aspek formal pelaksanaannya. Pemilu membawa perubahan holistik dan berdampak domino pada berbagai ranah kehidupan.

Pertanian sebagai Fondasi Kehidupan Pedesaan

Sebelum pemilu, saya sempat menulis refleksi khusus mengenai kesejahteraan petani. Pertanian adalah aspek mendasar yang membentuk kehidupan masyarakat pedesaan Indonesia, baik dari sisi budaya maupun ekonomi. Meski sering terabaikan dalam skala ekonomi makro, sektor ini sangat vital bagi masyarakat desa.

Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga petani kecil di Jawa Timur, saya merasakan langsung bagaimana masyarakat petani bertahan hidup sembari mengikuti arus perkembangan bangsa. Petani desa menghadapi tantangan seperti jadwal distribusi pupuk yang tak menentu, berebut kuota pupuk, hingga ketidakpastian hasil panen akibat serangan hama atau cuaca ekstrem. Dalam setiap siklus panen empat bulanan, tidak ada jaminan keuntungan—semua bergantung pada faktor yang sering berada di luar kendali mereka.

Pendidikan dan Keterbatasan Kesempatan

Dalam konteks ini, pendidikan menjadi aspek lain yang perlu direnungkan. Saya memahami bahwa setiap individu memiliki pandangan dan prioritas berbeda tentang pendidikan, tergantung pada kondisi ekonomi dan budaya masing-masing. Namun, dari pengalaman pribadi, sangat sedikit orang di desa saya yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Saya sendiri berasal dari keluarga petani dengan pendidikan orang tua yang terbatas—ayah hanya menyelesaikan sekolah menengah pertama, sedangkan ibu hanya menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam budaya seperti ini, seseorang cenderung “terjebak” dalam pola yang sama. Namun, saya beruntung mendapat kesempatan untuk mematahkan pola tersebut dan melanjutkan pendidikan hingga jenjang tinggi, yang kini membawa saya untuk menulis refleksi ini.

Pemilu dan Implikasinya

Pemilu 2024 membawa implikasi besar, terutama bagi masyarakat desa yang sering kali berada di pinggiran perhatian ekonomi dan politik. Namun, dalam konteks politik, desa menjadi komoditas yang sangat strategis. Dengan banyaknya partai politik dan calon legislatif, masyarakat desa sering kali hanya dianggap sebagai statistik pemilih.

Sayangnya, kesadaran politik masyarakat pedesaan masih rendah. Banyak yang apatis terhadap gagasan, latar belakang calon, atau rekam jejak partai. Mereka merasa siapa pun yang terpilih tidak akan membawa perubahan signifikan, kecuali program-program insidental seperti infrastruktur atau acara seremonial.

Ada budaya khusus yang jarang disadari: melemahnya kualitas demokrasi. Bagi sebagian besar masyarakat desa, pemilu lebih dianggap sebagai “pesta rakyat”—kesempatan untuk mendapatkan penghasilan instan daripada sebagai sarana perubahan sistem pemerintahan yang lebih baik. Akibatnya, isu-isu seperti ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan sering kali terpinggirkan dalam agenda politik.

Membangun Masa Depan yang Lebih Baik

Masalah-masalah ini sebenarnya bukan hal baru, melainkan sudah menjadi masalah struktural yang berlangsung lama. Solusi jangka panjang diperlukan, baik melalui kebijakan pemerintah yang berkesinambungan maupun gerakan kecil yang masif di tingkat akar rumput. Inisiatif seperti pendidikan, literasi, dan pengabdian masyarakat dapat menjadi langkah awal untuk memperbaiki kondisi secara bertahap.

Pada akhirnya, segala tindakan yang dilakukan hari ini—sekecil apa pun—akan berdampak pada hari esok. Dibutuhkan kolaborasi dan semangat gotong-royong untuk membawa perubahan nyata di masyarakat pedesaan Indonesia.

Penulis : M. Rizqi Senja Virawan Kepala Divisi Advokasi Solidaritas Mahasiswa Hukum untuk Indonesia Fakultas Hukum Universitas Airlangga (SMHI FH UNAIR)

Berita Terkait

5 Pasal Kontroversi dan Multitafsir RUU Perampasan Aset
Kisah David Ozora, Potret Kedekatan Ayah dan Anak
Hoaks, Miscaption, Deepfake, dan Sesat Pikir Pelajaran Berharga Kerusuhan Agustus
Rofiq dan Juwono Mengajak Kerukunan Warga Pesaren Pasca Demo Sengketa Tanah
Marsinah dan Mei 1998, Suara Kebenaran yang Terus Dibungkam
Catatan Akhir Tahun SMSI 2024 : Pendidikan Berpikir Kritis Menunjang Jurnalisme Berkualitas
Pentingnya Independensi dalam Peran Alat Negara Penegak Hukum | RadarBangsa Lamongan
Renungan : Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan ‘ Becik Ketitik Olo Ketoro’ | RadarBangsa Lamongan
Masyarakat Pedesaan Indonesia dalam Pusaran Budaya, Ekonomi, dan Politik : Sebuah Refleksi Pasca-Pemilu

Berita Terkait

Selasa, 16 September 2025 - 20:14 WIB

5 Pasal Kontroversi dan Multitafsir RUU Perampasan Aset

Minggu, 14 September 2025 - 16:20 WIB

Kisah David Ozora, Potret Kedekatan Ayah dan Anak

Sabtu, 6 September 2025 - 18:05 WIB

Hoaks, Miscaption, Deepfake, dan Sesat Pikir Pelajaran Berharga Kerusuhan Agustus

Selasa, 22 Juli 2025 - 12:35 WIB

Rofiq dan Juwono Mengajak Kerukunan Warga Pesaren Pasca Demo Sengketa Tanah

Rabu, 28 Mei 2025 - 20:02 WIB

Marsinah dan Mei 1998, Suara Kebenaran yang Terus Dibungkam

Berita Terbaru

Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo menerima penghargaan dari Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) atas komitmen Pemkab Pasuruan dalam meningkatkan keselamatan perlintasan sebidang, Selasa (14/10/2025). (Foto Dok Ho/RadarBangsa.co.id)

Politik - Pemerintahan

Pasuruan Dinobatkan Jadi Pelopor Keselamatan Perlintasan KA di Jawa Timur

Rabu, 15 Okt 2025 - 15:45 WIB