JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada triwulan I 2022 mencatat kewajiban neto yang meningkat. Pada akhir triwulan I 2022, PII Indonesia mencatat kewajiban neto 287,1 miliar dolar AS (23,5% dari PDB), meningkat dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir triwulan IV 2021 sebesar 278,9 miliar dolar AS (23,5% dari PDB). Peningkatan kewajiban neto tersebut berasal dari kenaikan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang melampaui peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN).
Peningkatan posisi KFLN Indonesia didukung oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung serta perbaikan kinerja saham domestik. Posisi KFLN Indonesia naik 1,3% (qtq) dari 710,3 miliar dolar AS pada akhir triwulan IV 2021 menjadi 719,3 miliar dolar AS pada akhir triwulan I 2022. Peningkatan kewajiban tersebut terutama disebabkan oleh aliran masuk investasi langsung sejalan dengan optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik dan iklim investasi domestik yang terjaga, serta peningkatan kinerja saham seiring dengan masih kuatnya ekspor.
Posisi AFLN Indonesia meningkat terutama ditopang oleh penempatan aset dalam bentuk investasi lainnya di luar negeri. Pada akhir triwulan I 2022, posisi AFLN naik sebesar 0,2% (qtq) menjadi 432,2 miliar dolar AS dari 431,4 miliar dolar AS pada akhir triwulan sebelumnya. Peningkatan AFLN bersumber dari penempatan aset pada komponen investasi lainnya, diikuti investasi langsung dan investasi portofolio di luar negeri.
Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan I 2022 tetap terjaga serta mendukung ketahanan eksternal. Hal ini tercermin dari rasio kewajiban neto PII Indonesia terhadap PDB pada triwulan I 2022 yang relatif stabil.
Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang (93,9%) terutama dalam bentuk investasi langsung. Ke depan, Bank Indonesia meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19 yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah, serta otoritas terkait lainnya. Meskipun demikian, Bank Indonesia akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian.