SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono menetapkan status keadaan darurat bencana non-alam akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Foot and Mouth Disease (FMD) di seluruh wilayah Jawa Timur.
Keputusan ini berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/31/013/2025 tentang Status Keadaan Darurat Bencana Non-Alam Akibat Penyakit Mulut dan Kuku di Provinsi Jawa Timur, yang dikeluarkan pada 23 Januari 2025.
“Status keadaan darurat berlaku hingga penyakit mulut dan kuku tidak ditemukan lagi atau tidak menjadi masalah kesehatan ternak di wilayah Kabupaten/Kota di Jatim, atau berdasarkan rekomendasi pejabat Otoritas Veteriner Provinsi Jawa Timur,” kata Adhy, di Surabaya, Sabtu (1/2).
Di Jawa Timur, tercatat total 18.721 kasus PMK sejak 1 Desember 2024 hingga 30 Januari 2025. Rinciannya, 10.670 ekor ternak masih sakit (57%), 6.616 ekor ternak sembuh (35%), dan 984 ekor ternak mati (5,1%).
Secara nasional, PMK juga mengalami peningkatan kasus di 8 provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Banten, Lampung, Aceh, dan NTB.
“Rata-rata peningkatan kasus PMK di Jatim mencapai 350 ekor per hari, meningkat signifikan dari sebelumnya yang hanya 10 kasus per hari. Secara epidemiologi, peningkatan ini telah mencapai dua kali standar deviasi dari rata-rata kasus selama setahun terakhir,” jelasnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Adhy mengimbau Bupati/Walikota untuk segera melakukan pengendalian PMK secara komprehensif dan berkesinambungan.
“Kami juga mengimbau kepada Bupati/Walikota untuk segera menyediakan anggaran bersama guna mempercepat proses pengendalian PMK, termasuk untuk operasional petugas vaksinasi dan pengobatan,” tegasnya.
Selain itu, diperlukan pembelian peralatan medis untuk vaksinasi dan pengobatan, serta pembelian obat-obatan dan vaksin.
“Surat Edaran Gubernur terkait Percepatan Pengendalian PMK di Jawa Timur akan segera diterbitkan dan ditujukan kepada Bupati/Walikota,” tambahnya.
Pelaksanaan pengendalian PMK meliputi isolasi ternak sakit berdasarkan kandang atau desa, pengobatan ternak yang terinfeksi, serta vaksinasi untuk ternak sehat. Selain itu, pencatatan profil peternakan di tiap wilayah, termasuk populasi ternak berisiko dan lokasinya (by name by address), serta penutupan sementara pasar hewan jika diperlukan atau sesuai rekomendasi Otoritas Veteriner setempat.
Selanjutnya, dokter hewan akan ditugaskan untuk mengawasi ternak yang diperjualbelikan di pasar hewan, meningkatkan monitoring kesehatan hewan, pengawasan lalu lintas hewan dan produk-produknya, serta memberikan pembinaan kepada peternak agar segera melaporkan ternak yang sakit atau mati, baik yang menunjukkan gejala klinis atau tidak, yang mengarah pada PMK.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin