MAKASAR, RadarBangsa.co.id – PT. Delima Agung Utama (DAU) Cabang Makassar selaku pemenang lelang proyek pembangunan Pasar Tempe Sengkang, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) digugat perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dengan nomor perkara : 443/Pdt.G/2021/PN Mks.
Gugatan itu dilayangkan A. Djaya Wijaya Ong yang mengaku sebagai sub kontraktor (subkon) dari PT. DAU Cabang Makassar gegar dihentikannya kontrak pembangunan Pasar Tempe Sengkang oleh Kementerian PUPR dalam hal ini Dirjen Cipta Karya Balai Besar Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan, Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah II Sulawesi.
Taufan Hidayat, SS., M.H., selaku Penasihat Hukum (PH)-nya Penggugat (A. Djaya Wijaya Ong) mengatakan proyek tersebut dihentikan atau putus kontrak atas rekomendasi hasil penyidikan dari Inspektorat Jendral Kementerian PUPR yang menemukan kecurangan penyimpangan persaingan usaha tidak sehat, dugaan KKN, dan atau pelanggaran persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang jasa yang dilakukan oleh PT. Delima Agung Utama (DAU) Cabang Makasar selaku pemenang paket atau penyedia jasa dalam pekerjaan Jasa Kontruksi Pembangunan Pasar Tempe Sengkang.
“Klien kami mengetahui hal itu pada 24 November 2021,” ujar Taufan, panggilan karibnya, kepada wartawan, Jumat (27/5/2022).
Dalam pembangunan proyek tersebut menurut Taufan, Tergugat (PT. DAU Cabang Makassar) melakukan kerjasama dengan kliennya yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama tanggal 4 November 2021 senilai Rp 42 miliar. Sebagai jaminan dalam proyek itu, kliennya kata Taufan menyerahkan puluhan sertifikat tanah sebagai jaminan kepada pihak Tergugat yang selanjutnya oleh Penggugat dijadikan jaminan ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulselbar untuk membiayai proyek pembangunan pasar tersebut.
“Kreditnya dicairkan Rp 17,6 miliar dengan menggunakan jaminan milik penggugat,” ungkapnya.
Akibat pembangunan pasar Tempe Sengkang diputus kontrak, Taufan menerangkan telah mengakibatkan kerugian materiil bagi kliennya atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proyek itu, diantaranya biaya pra proyek pekerjaan, jaminan sertifikat, biaya sewa alat serta sisa tagihan, dengan total Rp 8 miliar belum termasuk bunga atas uang yang telah dikeluarkan dan proyeksi keuntungannya.
“Dalam gugatan ini, total kerugian materiilnya Rp 10,4 miliar. Sedangkan kerugian immateriilnya Rp 5 miliar,” bebernya.
Tak hanya meminta ganti kerugian materiil dan immateriil saja, pihaknya kata Taufan juga meminta Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan uang paksa atau dwangsom sebesar Rp 10 juta untuk setiap hari keterlambatan sejak amar putusannya dibacakan.
“Kami juga meminta diletakkan sita jaminan berupa kantor milik Tergugat dan bangunan pekerjaan Pasar Tempe,” tegasnya.
Pihak PT Delima Utama Agung (DAU) papar Taufan juga diketahui mengajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negeri) Makassar terkait pemutusan kontrak pembangunan pasar Tempe tersebut. Namun sayangnya, menurut Taufan gugatan yang dilayangkan Direktur Utama (Dirut) PT. DAU Drajat Winanjar itu ditolak melalui putusan Nomor: 13/G/2022/PTUN Mks, tanggal 25 Mei 2022.
“Ditolak karena PTUN tidak memiliki kewenangan mengadili,” sentilnya.
Dirut PT. DAU Drajat Winanjar sewaktu dikonfirmasi, Sabtu (27/5/2022) malam mengatakan tidak mau cerita banyak karena penggugat dinilai tidak punya legal standing (kedudukan hukum) untuk menggugat kepada siapapun terutama kepada PT. DAU terkait pekerjaan pembangunan pasar Tempe.
“Saya tahu hubungannya apa, saya mengerti. Tapi saya pikir, saya tidak usah ngomong seperti apa. Bahwa ini gugatan sumir, absurd atau apalah karena dia tidak punya legal standing dan gugatannya salah alamat,” kelitnya.
Mengapa gugatan dikatakan salah alamat sambung Drajat Winanjar berdasarkan naskah gugatan PH-nya Djaya Wijaya Ong yang menggugat PT. DAU Cabang Makassar yang artinya gugatan itu bukan ditujukan kepada dirinya.
“Saya bukan PT. DAU Cabang Makassar, tetapi saya di PT. DAU pusat. Saya manajemen pusat PT. DAU. Jadi bukan saya yang dia gugat sehingga salah alamat lalu kemudian ditujukan ke saya,” tuturnya.
Disinggung soal sertifikat milik Djaya Wijaya Ong yang diagunkan ke bank untuk membiayai proyek pasar Tempe, Drajat Winanjar menolak berkomentar. Ia beralasan hal ini kemudian menjadi konsumsi publik, karena dirinya tahu itu yang Djaya Wijaya Ong mau.
“Jadi intinya gugatan dia salah alamat, tidak mempunyai legal standing dan absurd,” tutupnya.
Selain menggugat PT DAU Cabang Makasar, Djaya Wijaya Ong juga menggugat beberapa pihak. Diantaranya Kementerian PUPR Dirjen Cipta Karya Balai Besar Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan, Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah II Sulawesi selaku turut tergugat I, PT. Ciria Expertindo Consultant selaku turut tergugat II, PT Prapimadani selaku turut tergugat III dan PT. BPD Sulselbar selaku turut tergugat IV.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makasar, gugatan perdata PMH yang diajukan Djaya Wijaya Ong tersebut telah memasuki agenda Putusan Sela, yang dijadwalkan digelar Selasa, 31 Mei 2022.