SIDOARJO, RadarBangsa.co.id – Sidang gugatan pra peradilan yang diajukan oleh tiga tersangka dalam dugaan kasus korupsi PDAM Delta Tirta Sidoarjo berlangsung pada Kamis (11/1). Agenda sidang kali ini adalah mendengar keterangan ahli yang diajukan oleh pemohon dan termohon.
Tiga tersangka dalam kasus ini adalah SLT, JRH, dan SH. SLT menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Perumda Delta Tirta, sekaligus Ketua Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Delta Tirta. JRH, Bendahara KPRI Delta Tirta, dan SH, Kepala Seksi Pasang Baru Sambungan Rumah/Sambungan Langsung KPRI Delta Tirta.
Hakim tunggal Erjuna Wisnu Gautama bertanggung jawab memeriksa dan mengadili sah atau tidaknya penetapan dan penahanan terhadap ketiga tersangka. Sidang dihadiri oleh tim pengacara pemohon, Dimas Yemahura SH, dan jaksa dari Kejari Sidoarjo, yang diwakili oleh jaksa Wido dan Wahyu.
Dalam lanjutan sidang, pihak pemohon membawa ahli Dr. M Sholehuddin, seorang dosen dari Universitas Bhayangkara Surabaya. Di sisi lain, pihak termohon menghadirkan ahli Rofik Rahman Ph.D., seorang dosen dari Universitas Airlangga Surabaya.
Ahli Taufik Rahman menjelaskan bahwa objek praperadilan melibatkan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, serta permintaan ganti rugi atau rehabilitasi. “Sejak Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, tiga objek tambahan ditambahkan, yaitu penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ahli menegaskan bahwa alat bukti yang sah melibatkan keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Sementara itu, ahli Dr. M Sholehuddin menekankan bahwa sidang pra peradilan merupakan kewenangan PN untuk mengawasi penyidik agar tidak sewenang-wenang dalam menetapkan tersangka.
“Ia juga menyatakan bahwa berdasarkan UU, BPKlah yang berwenang menentukan kerugian negara, bukan Inspektorat,” ungkapnya.
Kuasa hukum pemohon, Dimas Yemahura SH, menyatakan bahwa keterangan ahli Rofik Rahman tidak menjawab substansi gugatan pra peradilan. “Ia menekankan bahwa penetapan tersangka dan penahanan terkait audit kerugian negara oleh Inspektorat, yang dianggap tidak memiliki kewenangan sesuai UU,” tambah Dimas.
Dimas berharap agar hakim tunggal memiliki keberanian dan ketegasan dalam memutuskan perkara ini demi keadilan dan kemanusiaan.
“Ia juga menyuarakan kekhawatiran akan kemungkinan adanya kepentingan dan intervensi dari pihak lain dalam penanganan kasus ini,” pungkasnya.
Terpisah Kasih Intel Kejari Sidoarjo saat di Konfirmasi via WA nya oleh Radarbangsa belum ada balasan,sampai berita tayang.