Tak Lekang Oleh Waktu,Tradisi A’dupa Masih Terjaga di Bantaeng

- Redaksi

Kamis, 26 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tradisi adat Suku Bugis Makassar di Kabupaten Bantaeng

Tradisi adat Suku Bugis Makassar di Kabupaten Bantaeng

BANTAENG, RadarBangsa.co.id – Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi unik untuk melakukan kegiatan yang dianggap sakral dan menjadi keharusan.

Salah satunya adalah tradisi di Desa Kayu loe Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan yang sering menjadi tempat favorit para wisatawan untuk di kunjungi saat ini.

Tradisi A’dupa yang sudah melekat di masyarakat Desa Kayu loe, adalah turun-temurun dari para leluhur dan nenek moyang yang kini tetap di lestarikan hingga zaman moderen yang serba digital saat ini.

Hal ini tergambar jelas di rumah Jumba salah satu warga Desa kayu loe, Dusun Parang labbua Jumat (26/12/19)

Baca Juga  Harum Manis " Ammabbung" Warga Berlarian, Kok bisa ?

Tradisi yang dilakukan Suku Bugis Makassar di Kabupaten Bantaeng tentunya berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Mungkin juga berbeda juga dengan daerah Kamu gaes.

Tradisi A’dupa selalu dilakukan oleh suku Bugis Makassar untuk menyambut atau merayakan sebuah acara di dahului dengan ritual A’dupa atau sering juga disebut “Suro Maca”.

Menurut H. Rasid tokoh agama di Dusun Parang labbua, A’dupa merupakan kegiatan membaca Doa secara bersama untuk dikirimkan kepada para leluhur atau sering disebut tau mangeanga riolo artinya, orang atau keluarga,almarhum yang telah meninggal,” Ungkapnya.

Baca Juga  Spektakuler! Penyelenggaraan FKPU di Sampang, di Resmikan Kepala Bakorwil Madura

Ritual ini dilakukan dengan menggunakan media api dan kemenyang yang disebut pa’dupaan, sebagai pengantar doa yang menghasilkan aroma harum, sembari membacakan doa dan diikuti lantunan “Zikir” Bara Sanji.

Selain mengirimkan doa, tradisi SuroMaca ini pun menjadi sebuah penghormatan kepada leluhur yang telah tiada dan sebagai cara untuk membersihkan jiwa dan rohani

Baca Juga  Museum 13, Misi Penyelamatan Fosil di Bojonegoro Sejak 1989

Uniknya, acara ini menyajikan beragam makanan,buah pisang unti tekne(pisang manis) unti lompo (pisang raja) kakdoro maksingkulu, Baje’ dan onde-onde.

Mereka percaya bahwa pisang Manis sebagai simbol kehidupan selalu disertai keceriaan dan pisang raja sebagai simbol kebesaran. Harapannya agar para pemilik rumah yang memiliki hajat mendapatkan manisnya kehidupan, seperti bertetangga dan berumah tangga.

Selain itu kemenyang (dupa) yang Kamu jumpai menjadi sebuah simbol harum yang dipercaya agar pemilik rumah namanya harum di tengah masyarakat. (AL)

Berita Terkait

Disparbudpora Bondowoso Peringati Hari Batik dan Kopi Internasional
Hari Batik Nasional 2024, Khofifah Dorong Masyarakat untuk Bangga Berbatik
Pemkab Pasuruan Wajibkan Batik Nasional 1-4 Oktober
Pembukaan Ceremoni Festival Maulid 2024 Diwarnai Seni Budaya
Desa Setro Gresik Rayakan Sedekah Bumi dengan Jalan Sehat Berhadiah
Maulid Nabi dan Tasyakuran di Desa Pangreh Sidoarjo Meriah
RW 03 Lempongsari Semarang Gelar Pengajian Maulid Nabi
Pj Gubernur Adhy Ajak Teladani Sifat Rasulullah SAW dan Beri Bonus Kafilah Jatim
Tag :

Berita Terkait

Kamis, 3 Oktober 2024 - 10:51 WIB

Disparbudpora Bondowoso Peringati Hari Batik dan Kopi Internasional

Rabu, 2 Oktober 2024 - 08:57 WIB

Hari Batik Nasional 2024, Khofifah Dorong Masyarakat untuk Bangga Berbatik

Rabu, 2 Oktober 2024 - 07:34 WIB

Pemkab Pasuruan Wajibkan Batik Nasional 1-4 Oktober

Selasa, 1 Oktober 2024 - 14:49 WIB

Pembukaan Ceremoni Festival Maulid 2024 Diwarnai Seni Budaya

Minggu, 29 September 2024 - 15:40 WIB

Desa Setro Gresik Rayakan Sedekah Bumi dengan Jalan Sehat Berhadiah

Berita Terbaru

Kepala BRI Unit Pucuk, Mochamad Afnan Zainuri, saat menyerahkan bantuan program Klasterkuhidupku

Ekonomi

BRI Dorong UMKM Lamongan Maju Lewat Klasterkuhidupku

Sabtu, 5 Okt 2024 - 10:51 WIB