JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Kabar mengenai kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di PT Gudang Garam Tbk memantik perhatian Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, M.E. Ia menilai, isu tersebut bukan sekadar urusan industri rokok, tetapi menyangkut keberlangsungan hidup banyak pihak, mulai dari pekerja pabrik hingga petani tembakau.
“Jika benar kabar PHK massal Gudang Garam, maka ini menjadi kabar yang sangat tidak sedap dalam dunia industri dan sekaligus problem baru dalam penyerapan tenaga kerja,” tegas Lia dalam keterangannya, Senin (8/9).
Isu PHK massal di salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia itu muncul di tengah tekanan berlapis yang dihadapi industri hasil tembakau (IHT). Lia menjelaskan, dua faktor utama yang ditengarai menjadi pemicu adalah terbatasnya pasokan tembakau dan kenaikan tarif cukai rokok. Kedua hal tersebut membuat daya saing industri melemah dan mengancam keberlangsungan usaha.
“Kalau bicara sebab PHK massal, maka kita pun bicara efek domino besaran dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHCHT,” jelas senator yang akrab disapa Ning Lia itu.
Menurutnya, kebijakan dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang menaikkan alokasi DBHCHT dari 2 persen menjadi 3 persen belum cukup menjawab kebutuhan di lapangan. Lia menilai, pemerintah seharusnya berani menaikkannya hingga 5 persen.
“Tujuannya agar kesejahteraan petani tembakau terjamin, misalnya lewat program jaminan gagal panen, modernisasi alsintan, hingga peningkatan kualitas produksi. Kalau petani sejahtera, gairah menanam tembakau pun tumbuh,” ujarnya.
Selain petani, Lia juga menyoroti buruh pabrik yang terancam kehilangan pekerjaan. Ia mempertanyakan penyebab utama turunnya produksi Gudang Garam, apakah benar karena daya beli masyarakat melemah atau karena perusahaan kurang berinovasi mengikuti selera pasar.
“Kalau demand masyarakat terhadap rokok masih tinggi, mestinya industri rokok aman. Maka persoalannya bisa pada produk yang tidak sesuai tren konsumen, atau tarif cukai yang terlalu tinggi sehingga harga jual sulit terjangkau,” imbuhnya.
Industri rokok, menurut Lia, selama ini menjadi penopang ekonomi daerah sekaligus penyumbang terbesar pendapatan negara dari sektor cukai. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah segera turun tangan agar dampak sosial dan ekonomi dari ancaman PHK dapat diminimalisasi.
“Pertanyaan saya, adakah perencanaan dari pemerintah untuk memulihkan industri rokok? Karena industri ini menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari petani, buruh linting, hingga distribusi. Jika tidak segera diantisipasi, PHK massal akan memicu masalah sosial dan ekonomi yang lebih besar,” tutup Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin









