LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Tradisi tahunan Sedekah Bumi kembali digelar meriah di Dusun Klating, Desa Takeranklating, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan. Ratusan warga tumpah ruah memadati jalan desa pada Selasa (29/7/2025), mengikuti arak-arakan budaya yang menjadi bagian dari Festival Seni dan Budaya Sedekah Bumi.
Dalam prosesi tersebut, warga tampak membawa bakul berisi tumpeng, aneka jajanan pasar, dan hasil bumi. Semua itu merupakan simbol rasa syukur atas rezeki dan keberkahan selama setahun terakhir.
Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, yang akrab disapa Pak Yes, turut hadir mengikuti rangkaian acara sejak awal. Ia bergabung bersama warga dalam iring-iringan yang dilanjutkan dengan doa bersama, pembagian gunungan, serta tebaran uang koin sebagai bentuk simbolik berbagi dan harapan akan kemakmuran.
“Sedekah bumi ini adalah wujud syukur panjenengan semua. Kalau kita bersyukur, nikmat itu akan ditambah. Yang terpenting, saya dan jenengan harus bersama-sama membangun dan menata hati, agar lingkungan ini memberi kebahagiaan untuk semua,” ujar Pak Yes dalam sambutannya.
Festival ini digelar bertepatan dengan dimulainya musim tanam ketiga. Bagi masyarakat agraris seperti di Klanting, sedekah bumi juga menjadi doa bersama agar musim tanam berjalan lancar dan hasil panen melimpah.
Pak Yes menambahkan, Pemkab Lamongan terus berkomitmen memberikan dukungan terhadap sektor pertanian. Upaya perbaikan jaringan irigasi, pengerukan embung, hingga pembangunan infrastruktur jalan terus dilakukan demi kelancaran distribusi hasil tani.
“Alhamdulillah, panen sebelumnya berjalan sangat baik. Harga juga bersahabat, dan distribusi pupuk lancar. Saya lihat tadi, petani di Klating sudah mulai tanam lagi, ini yang ketiga kalinya. Ini bukti bahwa petani kita makin sejahtera,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Takeranklating, Yasmu’in, menjelaskan bahwa rangkaian Festival Sedekah Bumi tahun ini digelar selama lima hari. Kegiatan diisi dengan istighosah, ziarah ke makam Mbah Sindu Joyo yang diyakini sebagai pendiri sekaligus pelindung awal dusun—serta pengajian, tradisi tumpengan, dan ditutup dengan pagelaran wayang kulit oleh Ki Dalang Wisnu Jati Pamungkas.
“Tradisi ini bukan sekadar budaya, tapi juga ruang spiritual yang menyatukan masyarakat. Semoga dengan acara seperti ini, rasa syukur kita membawa keberkahan hingga akhir zaman,” tutup Yasmu’in.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin