BONDOWOSO, RadarBangsa.co.id – Anggota DPD RI sekaligus MPR RI, Lia Istifhama, menyoroti kemandirian dan keikhlasan yang menjadi ciri khas Pondok Pesantren (Ponpes) Al Islah Bondowoso, Jawa Timur, saat berkunjung ke pesantren tersebut.
Dalam kunjungannya, Lia diterima langsung oleh pengasuh pesantren, Gus Zaki, dan berdialog dengan para santri serta pengurus. Ia menilai pesantren yang telah berdiri lebih dari setengah abad itu bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga wadah pembentukan karakter dan kemandirian ekonomi umat.
“Pesantren ini luar biasa. Berdiri di atas lahan seluas 16 hektare dan kini menampung sekitar 2.000 santri. Selama lebih dari 52 tahun, Al Islah terus memberikan manfaat besar bagi masyarakat,” ujar Lia dengan apresiasi, Minggu (26/10).
Salah satu hal yang menarik perhatian Lia adalah sistem pendidikan dan pembiayaan santri yang dinilai unik. Ponpes Al Islah menerapkan tiga skema pembayaran biaya pendidikan: tanpa bayar (tabah), bayar sebisanya, dan bayar penuh. Sebagian besar santri memilih opsi “bayar sebisanya”, dengan kontribusi yang sangat bervariasi — mulai dari Rp10.000 hingga Rp50.000 per bulan.
Meski begitu, fasilitas yang diberikan tetap sama. Para santri mendapatkan asrama, tempat tidur, dan makan tiga kali sehari. Lia menyebut sistem ini sebagai bentuk nyata keikhlasan dan solidaritas sosial di lingkungan pesantren.
“Yang luar biasa, meski banyak santri membayar sebisanya, mereka tetap mendapatkan fasilitas lengkap. Gizinya terjamin, kesehatannya diperhatikan. Ini bukan pesantren yang mengejar profit, melainkan keberkahan,” tutur Lia kagum.
Menurutnya, pendekatan seperti ini mencerminkan semangat pesantren untuk membangun pendidikan berbasis nilai dan keikhlasan. Ia menilai, keseimbangan antara idealisme dan realitas ekonomi yang diterapkan Ponpes Al Islah menjadi teladan bagi lembaga pendidikan lainnya.
Selain pendidikan agama, Al Islah juga aktif menanamkan jiwa kewirausahaan dan kemandirian ekonomi. Para santri dibimbing untuk mengembangkan berbagai kegiatan produktif, mulai dari beternak lele, pengolahan biofuel, hingga usaha kreatif lainnya yang berorientasi pada pembelajaran dan pemberdayaan.
“Santri di sini tidak hanya belajar kitab, tapi juga praktik wirausaha. Mereka belajar memproduksi, mengelola, dan memasarkan hasil usahanya. Ini contoh pendidikan holistik yang memberdayakan,” kata Lia.
Lia menilai sistem pendidikan berbasis kemandirian seperti yang diterapkan di Ponpes Al Islah sejalan dengan semangat pembangunan karakter generasi muda. Pesantren, ujarnya, telah membuktikan diri sebagai pilar penting dalam mencetak sumber daya manusia yang tangguh dan berakhlak.
“Apa yang dilakukan Ponpes Al Islah adalah bentuk nyata pendidikan berbasis nilai. Di sini, bukan hanya ilmu yang diajarkan, tapi juga ketulusan, tanggung jawab, dan kepedulian sosial,” tegasnya.
Menutup kunjungan, Lia mengajak pemerintah dan masyarakat untuk terus mendukung pesantren-pesantren mandiri yang berkontribusi besar bagi bangsa.
“Pesantren seperti Al Islah adalah aset bangsa. Dari tempat seperti inilah lahir generasi yang berilmu, mandiri, dan berakhlak mulia,” pungkas Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin









