SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Perkara dugaan pelanggaran kedisiplinan kedokteran atau umum disebut malpraktek yang diduga dilakukan dokter (dr) Moestijab kepada pasiennya Tatok Poerwanto di tahun 2016 silam sudah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) dan berkekuatan hukum tetap.
Informasi ini disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM Nasional DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI) Ir Eduard Rudy Suharto, SH, MH selaku kuasa hukum Tatok Poerwanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/5/2022).
Menurut Rudy, panggilan karibnya, upaya hukum Kasasi yang diajukan kliennya Tatok Purwanto dikabulkan oleh MA berdasarkan Putusan Nomor : 181/K/Pdt/2021, tanggal 21 September 2021.
Advokat kondang ini mengatakan tiga Hakim Agung MA, Prof.Dr Takdir Rahmadi, SH, LL.M (Ketua), Maria Anna Samiyati, SH, MH dan Dr. Dwi Sugianto, SH, MH yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan dr. Moestijab yang juga menjabat Direktur Utama Surabaya Eye Clinic (Klinik Mata Surabaya) ini melakukan perbuatan melanggar hukum atas tindakan operasi katarak yang menyebabkan mata Tatok Poerwanto, beralamat di Jalan Ubi 2 Nomor 23 Surabaya mengalami kebutaan permanen.
Putusan Kasasi tersebut menurut Rudy menganulir dua Putusan sebelumnya di tingkat pertama dan banding yang menolak gugatan Tatok Poerwanto, yakni Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 415/Pdt.G/2019/PN Surabaya, tanggal 10 Maret 2020 dan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 277/PDT/2020/PT.SBY tanggal 16 Juni 2020.
“Amar Putusan Kasasi ini menyebutkan, dokter Moestijab dan Klinik Mata Surabaya dihukum membayar ganti rugi materiil dan immateril sebesar Rp 1.260.689.917 secara tanggung renteng,” jelasnya.
Dalam gugatannya sambung Rudy, kliennya Tatok Poerwanto juga menggugat PT. Surabaya Eye Clinic sebagai Tergugat II dan RSUD Dr. Soetomo sebagai Turut Tergugat.
Advokat yang menjabat Ketua DPC KAI Surabaya ini mengungkapkan, Termohon Kasasi (dr. Moestijab) sudah menyampaikan ke pihaknya akan membayar ganti rugi, namun sayangnya tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Agung tersebut dan sangat jauh dari Putusan MA tersebut.
“Sehingga kami akan ajukan permohonan eksekusi minggu depan atas harta benda yang dimiliki Termohon Kasasi,” tegasnya.
Meski demikian, Rudy berpendapat segala bentuk ganti rugi yang diberikan sesuai Putusan MA itu tidak sebanding dengan kerugian yang dialami kliennya.
“Sampai hari ini mata kirinya mengalaminya kebutaan total,” sesalnya.
Pasca diterimanya salinan Putusan Kasasi ini, Rudy akan mendatangi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya untuk meminta melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik terhadap dokter Moestijab.
“Sebagai Induk Organisasi Kedokteran, IDI juga harus punya tanggung jawab untuk melakukan pengawasan. Putusan ini telah inkrcaht (berkekuatan hukum tetap) dan sudah sepatutnya IDI juga harus menjatuhkan sanksi,” seru Direktur Bejana Law Office ini
Terpisah, Soemarsono selaku kuasa hukum dokter Moestijab dan PT Surabaya Eye Clinic (Klinik Mata Surabaya) membenarkan pihaknya telah berupaya untuk menjalankan putusan kasasi tersebut, namun angka ganti rugi yang ditawarkan belum di setujui oleh pihak Tatok Poerwanto.
“Memang benar, tapi belum disetujui dan saya masih menunggu. Kalau memang tidak ada titik temu, maka kami akan melakukan upaya hukum PK,” tuturnya, Rabu (18/5/2022).
Saat ditanya apakah upaya PK yang akan ditempuh tidak menghalangi proses eksekusi?, Soemarsono menyerahkan kepada pihak pengadilan.
“Semua yang memutuskan adalah pengadilan, dan kami akan terima apapun putusannya nanti,” janjinya menutup perbincangan.
Dugaan malpraktek yang dialami Tatok Poerwanto ini berawal sewaktu dirinya mendapat perawatan medis penyakit katarak yang dideritanya di Surabaya Eye Clinic pada tanggal 28 April 2016 yang ditangani dr. Moestijab.
Seusai dilakukan operasi mata, Tatok Poerwanto merasakan nyeri di matanya, tetapi dr. Moestijab mengatakan kondisi tersebut adalah wajar.
Beberapa waktu kemudian, ternyata kondisi mata Tatok Poerwanto kian parah. Oleh dokter Moestidjab, Tatok Poerwanto disarankan kembali menjalani operasi di Rumah Sakit Graha Amerta Surabaya.
Pihak keluarga mulai curiga saat dokter Moestidjab hanya menugaskan asistennya untuk menyampaikan hasil operasi kepada pihak keluarga. Kepada keluarga, asistennya itu menjelaskan bahwa operasi tidak dapat dilanjutkan karena adanya pendarahan dan peralatan kurang canggih.
Hal itu dinilai keluarga Tatok Poerwanto sangat kontradiksi karena dianggap tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di laman Surabaya Eye Centre yang mengesankan fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki klinik mata itu sudah terlengkap dan tercanggih di wilayah Indonesia Timur.
Kemudian dokter Moestidjab merujuk Tatok Poerwanto agar segera berobat ke Singapura. Ironisnya, ketika sampai di Singapura, lokasi yang disarankan dokter Moestidjab tenyata tidak layak.
Keluarganya akhirnya memutuskan membawa Tatok ke Singapore National Eye Centre Hospital di Singapura.
Rekam medis dari Singapore National Eye Centre Hospital itulah yang akhirnya membuat keluarga sadar bahwa Tatok Poerwanto telah menjadi korban malpraktek karena kesalahan saat operasi pertama yang dilakukan dokter Moestijab.