MOJOKERTO, RadarBangsa.co.id – Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, kembali menegaskan pentingnya penguatan Empat Pilar Kebangsaan sebagai benteng utama dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut ia sampaikan saat menggelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Pendopo Pemerintah Kabupaten Mojokerto, Selasa (29/7/2025).
Dalam forum yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat itu, perempuan yang akrab disapa Ning Lia tersebut menyoroti tantangan nyata bangsa Indonesia di tengah pengaruh global yang semakin masif, termasuk intervensi negara-negara adidaya.
“Kita ingin hidup damai, tapi bisakah kita membendung intervensi asing? Jika kita tidak bersatu, jika kita tidak memahami dan menghayati nilai-nilai kebangsaan, maka identitas dan kedaulatan bangsa kita bisa tergerus,” kata Ning Lia dalam pidatonya yang disambut antusias hadirin.
Menurutnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus digaungkan dalam setiap ruang kehidupan. Ia menilai, penguatan Empat Pilar bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab masyarakat, terutama keluarga.
“Ketahanan bangsa dimulai dari rumah. Orang tua punya tanggung jawab moral untuk menanamkan jati diri kebangsaan kepada anak-anak mereka. Katakan dengan tegas: kamu anak Indonesia, kamu hidup di Indonesia, darahmu Indonesia. Maka cintailah negeri ini dengan sepenuh hati,” ujarnya.
Tak hanya aspek sosial, Ning Lia juga menekankan pentingnya fondasi spiritual. Ia mengingatkan bahwa pendidikan karakter seharusnya tidak hanya menyoal perilaku dan etika, tapi juga memperkuat nilai-nilai keimanan dan religiusitas.
“Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama. Ini bukan sekadar simbol. Kita harus mengajarkan anak-anak untuk tidak meninggalkan ibadah, apapun agamanya. Di situlah letak kekuatan Indonesia yang tidak sekuler, tetapi berjiwa religius dan menghargai perbedaan,” ungkapnya.
Ning Lia juga berbagi pengalamannya saat berkunjung ke beberapa negara Eropa. Ia menyoroti bagaimana negara-negara tersebut menjunjung tinggi nilai sosial dengan alokasi anggaran bagi kelompok minoritas dan imigran.
“Di negara mereka, keadilan sosial benar-benar dijaga. Maka dari itu, kita juga harus menyadari bahwa Pancasila bukan hanya tentang keberagaman, tetapi juga soal kepedulian, keseimbangan antara hubungan manusia dan hubungan dengan Tuhan,” lanjutnya.
Ia mengajak generasi muda untuk tidak kehilangan akar identitasnya saat berada di lingkungan global. “Semangat kebhinekaan itu harus tumbuh bersama kepercayaan diri, bukan sekadar toleransi kosong. Kita, yang hidup di tengah keragaman, punya tanggung jawab merawat harmoni, baik di dalam maupun luar negeri,” paparnya.
Di akhir acara, Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra, turut memberikan pandangan mengenai pentingnya stabilitas kebangsaan. Ia membagikan pengalaman pribadinya saat menempuh pendidikan di Mesir, di tengah situasi revolusi yang menggulingkan rezim Hosni Mubarak.
“Saya menyaksikan sendiri bagaimana negara yang awalnya tenang berubah drastis menjadi kacau. Tahanan dibebaskan dan dipersenjatai, toko-toko tutup, dan akses makanan terbatas. Kami bahkan harus mengandalkan bantuan makanan awetan dari TNI yang dihangatkan dengan lilin,” kenangnya.
Menurut Al Barra, pengalaman tersebut menjadi pengingat bahwa negara tanpa fondasi kebangsaan yang kokoh bisa dengan mudah terjerumus dalam kekacauan.
“Ketika semangat persatuan dan kesadaran kolektif memudar, maka rapuhlah negara itu. Karena itu, kita harus terus merawat Empat Pilar sebagai kompas kebangsaan,” pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin