LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Komitmen Kejaksaan Republik Indonesia dalam membangun sistem kelembagaan yang adaptif dan akuntabel kembali menunjukkan progres substansial. Dalam forum Seminar Rancangan Aksi Perubahan yang digelar di Kampus B Badiklat Kejaksaan RI, Ceger, Jakarta Timur, Rabu (6/8/2025), hadir satu gagasan strategis yang menjadikan desa sebagai pusat pengawasan hukum berbasis intelijen.
Adalah Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lamongan, Mhd Fadly Arby, yang mempresentasikan aksi strategis bertajuk “Terwujudnya Standar Operasional Prosedur Program Jaksa Garda Desa (Jaga Desa)”. Rancangan ini menekankan pentingnya pendekatan preventif dalam pengawasan penggunaan dana desa.
“Tanpa kerangka kerja yang baku, fungsi intelijen kerap bersifat reaktif. Program ini menjadi desain sistematis agar kejaksaan memiliki pijakan legal dan metodologis dalam pengawasan di tingkat desa,” ujar Fadly dalam paparannya.
Program Jaga Desa dibangun atas kesadaran akan tingginya potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana desa. Oleh karena itu, pendekatan yang diusung bersifat humanistik, partisipatif, dan berbasis data lapangan, guna menciptakan sistem pengawasan yang responsif terhadap dinamika sosial masyarakat pedesaan.
“Ini bukan sekadar program. Ini adalah bentuk tanggung jawab institusional kejaksaan dalam memastikan bahwa dana publik digunakan tepat sasaran, serta mendekatkan peran jaksa kepada masyarakat desa secara aktif,” tegas Fadly saat diwawancarai usai seminar.
Presentasi tersebut dinilai langsung oleh tiga tokoh penting di lingkungan Kejaksaan RI, yaitu Dr. Gregorius Hermawan selaku coach, Mohammad Rawi sebagai penguji, dan Rizal Edison, Kepala Kejari Lamongan, sebagai mentor. Ketiganya memberikan apresiasi terhadap inisiatif tersebut.
Menurut Rizal Edison, rancangan ini selaras dengan kebutuhan mendesak di lapangan. “Kejaksaan harus mampu hadir tidak hanya sebagai lembaga penegak hukum, tapi juga sebagai mitra strategis pembangunan desa. Program Jaga Desa adalah representasi dari paradigma baru itu,” katanya.
Lebih dari sekadar inovasi, rancangan aksi ini disebut sebagai manifestasi perubahan orientasi pelatihan di tubuh Kejaksaan dari yang bersifat administratif menuju pelatihan berbasis dampak.
“Melalui seminar ini, kami ingin menunjukkan bahwa pelatihan di kejaksaan kini diarahkan untuk menghasilkan solusi riil, bukan hanya dokumen formal,” ungkap Gregorius Hermawan.
Dengan SOP sebagai fondasi utama, program ini diyakini akan menjadi cetak biru penguatan fungsi intelijen yang legal, terukur, dan akuntabel. Harapannya, Jaga Desa mampu menumbuhkan sistem kontrol sosial yang kolaboratif dan mendorong terciptanya keadilan sosial hingga ke tingkat desa.
“Ini langkah kecil menuju kejaksaan yang tidak hanya represif, tapi juga progresif dan solutif,” pungkas Fadly.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin