JAKARTA, RadarBangsa.co.id — Kehadiran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa disebut menjadi sorotan baru di kancah politik nasional. Direktur Politic and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menilai kiprah Purbaya berhasil mencuri perhatian publik karena gaya kepemimpinannya yang tegas, sederhana, dan dinilai jauh dari pencitraan.
“Purbaya tampil sebagai figur otentik yang mengedepankan kerja nyata, bukan sensasi atau drama politik,” kata Jerry di Jakarta, Selasa (21/10/2025). Menurutnya, gaya “koboi” Purbaya justru menambah daya tarik karena memperlihatkan karakter pemimpin yang lugas dan berani mengambil risiko.
Jerry menilai kemunculan Purbaya membuat pamor sejumlah tokoh politik lain, seperti Dedi Mulyadi dan Gibran Rakabuming Raka, mulai meredup. “Publik kini lebih menaruh perhatian pada kinerja, bukan sekadar aksi pencitraan. Sosok seperti Purbaya menjadi antitesis dari pola politik simbolik,” ujarnya.
Salah satu sikap tegas Purbaya, lanjut Jerry, terlihat ketika ia menolak sejumlah permintaan dan kebijakan yang dianggap tidak efisien. Ia bahkan menolak pemanggilan oleh Wakil Presiden Gibran untuk membahas transfer dana ke daerah, yang menurut Jerry diduga berkaitan dengan upaya menyelamatkan posisi Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.
“Purbaya tetap pada pendiriannya. Meski tanpa membawa tim media, setiap tindakannya mendapat perhatian publik. Ini kontras dengan gaya Dedi Mulyadi yang penuh drama dan panggung pencitraan,” tutur Jerry.
Lebih jauh, Jerry menilai keberanian Purbaya tampak dari komitmennya memberantas penyimpangan di sektor pajak dan bea cukai. “Ia mengatakan tak takut siapapun, kecuali Tuhan dan Presiden. Bahkan, ia siap menghadapi risiko ekstrem seperti yang dialami aktivis Munir,” ungkapnya.
Sebagai ekonom beraliran Keynesian, Purbaya dikenal kritis terhadap pengelolaan keuangan negara. Ia menemukan dana mengendap dan deposito pemerintah daerah senilai Rp265,6 triliun, serta mengawasi pengembalian dana sitaan korupsi sawit Rp13 triliun dari Kejaksaan Agung ke Kementerian Keuangan.
Kebijakan lain yang menyita perhatian adalah usulan menarik dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia untuk disalurkan ke bank-bank BUMN, demi memperkuat likuiditas nasional. Ia juga menolak wacana pembentukan “family office” yang menggunakan dana APBN, serta menentang keras penggunaan APBN untuk menutup utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang bernilai Rp116 triliun.
“Menurut laporan yang saya terima, terjadi mark-up hingga tiga kali lipat dalam proyek itu. Jadi wajar jika Purbaya menolak APBN dipakai menanggungnya,” ujar Jerry.
Selain itu, Purbaya mengungkap sejumlah daerah dengan simpanan APBD besar di bank, seperti Bojonegoro Rp3,6 triliun, Kutai Barat Rp5,2 triliun, dan Talaud Rp2,6 triliun. Total simpanan pemerintah daerah di bank mencapai Rp60,2 triliun. “Pertanyaannya, bunga dari dana ini mengalir ke mana? PPATK perlu menelusuri,” kata Jerry.
Ia menambahkan, sikap keras Purbaya yang pro-rakyat diduga membuat beberapa menteri lain tidak nyaman. “Dalam rapat kabinet, banyak yang mengabaikannya. Tapi publik justru menilai, keteguhan sikap itulah yang membuat Purbaya menonjol,” pungkas Jerry.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin