SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Program ‘One Pesantren One Product’ (OPOP), gagasan Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024, Khofifah Indar Parawansa, mendapat perhatian dari Thailand dan Malaysia. Kedua negara tersebut bahkan berencana untuk mengadopsi program OPOP Jatim ini.
Pengakuan terhadap program OPOP terungkap saat hadir dalam kegiatan *community service program* yang diadakan oleh Rajamanggala University of Technology Krungthep, Thailand, bekerja sama dengan *Association of Public Sector Accounting Educators (APSAE)* pada akhir Agustus 2024. Program ini juga dipresentasikan dalam forum internasional di Malaysia. Pada acara tersebut, manajemen OPOP Jatim memaparkan pengembangan ekonomi berbasis pesantren di Indonesia.
“Kami merasa bangga dan bahagia karena program OPOP, yang digagas oleh Ibu Khofifah Indar Parawansa, mendapat perhatian di level internasional. Kampus RMUTK Thailand dan Malaysia mengakui pentingnya peran perguruan tinggi dalam memberdayakan ekonomi berbasis komunitas muslim. Mereka bahkan berencana mengadopsi program OPOP Jatim,” ujar Ghofirin, Sekretaris OPOP Jatim.
Islam di Thailand sendiri adalah agama terbesar kedua setelah Buddha, dan terdapat sekitar 4 juta muslim dari total 65 juta penduduk atau sekitar 4,6%. RMUTK Thailand menganggap pentingnya pemberdayaan ekonomi komunitas muslim di negara tersebut. Sementara itu, Malaysia, dengan mayoritas penduduk muslim dan banyaknya pesantren, juga berpotensi mengembangkan ekonomi berbasis pesantren.
Ghofirin, yang juga dosen di Unusa Surabaya, menyatakan bahwa potensi ini dapat membuka peluang baru bagi pengembangan ekonomi di Thailand dan Malaysia.
Khofifah Indar Parawansa, sebagai inisiator OPOP, menjelaskan bahwa program ini bertujuan meningkatkan ketahanan ekonomi pesantren. Tiga pilar utama dalam program ini adalah *santripreneur*, *pesantrenpreneur*, dan *sociopreneur*, yang fokus pada pemberdayaan santri, pesantren, dan masyarakat sekitar.
“Di Jawa Timur terdapat 7.200 pesantren dengan hampir satu juta santri, yang merupakan seperempat dari populasi santri di Indonesia,” jelas Khofifah. Ia menegaskan pentingnya memberdayakan pesantren, santri, alumni, dan komunitas pesantren dengan fokus pada kewirausahaan.
Program OPOP melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, pelaku usaha, komunitas, pemerintah, dan media. Sejak diluncurkan pada 2019, program ini telah mencetak 1.210 *pesantrenpreneur*, memberikan pelatihan kewirausahaan kepada lebih dari 500 ribu santri, dan membentuk 1.783 *sociopreneur* di Jawa Timur.
Khofifah juga menyebutkan bahwa produk-produk pesantren Jatim kini telah diekspor ke negara-negara anggota OKI. Kerja sama ini dimungkinkan melalui kemitraan antara Pemprov Jatim, Islamic Development Bank (IsDB), dan Serunai Commerce.
“Ke depan, kami akan terus mengembangkan OPOP untuk meningkatkan ekonomi pesantren dan memperkuat daya saing mereka,” tutup Khofifah.