JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Gelombang unjuk rasa yang berujung kericuhan di sejumlah kota di Indonesia memunculkan berbagai spekulasi mengenai siapa yang berada di balik peristiwa tersebut. Sebagian pihak sempat menuding adanya intervensi asing, namun sejumlah pengamat menilai anggapan itu tidak memiliki dasar kuat.
Pakar politik dan keamanan menegaskan bahwa pemicu utama keresahan publik justru bersumber dari kebijakan pemerintah sendiri. “Pernyataan yang menyebut ada pihak asing terlalu berlebihan. Akar masalahnya jelas ada di dalam negeri, yakni kebijakan yang memicu kemarahan masyarakat,” kata seorang pakar, Minggu (1/9).
Menurut dia, sejumlah kebijakan yang belakangan diambil pemerintah telah menimbulkan polemik. Mulai dari wacana pajak baru, kelangkaan gas subsidi, hingga pemblokiran rekening oleh lembaga keuangan negara. Kebijakan tersebut dinilai tidak komunikatif dan membuat masyarakat merasa terbebani.
Situasi di lapangan pun semakin memanas setelah sejumlah insiden menimbulkan korban jiwa. Laporan media lokal menyebut ada korban meninggal di Yogyakarta, Makassar, dan Solo. Namun hingga kini aparat keamanan belum memberikan data resmi terkait jumlah korban.
Isu politik internal turut memperkeruh suasana. Beberapa mantan pejabat intelijen dan militer menilai gejolak ini bisa dikaitkan dengan dinamika di dalam pemerintahan sendiri. Mereka menilai Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan dari kalangan internal yang tidak sejalan.
Selain faktor politik, konflik wilayah juga disorot. Polemik terkait pengalihan sejumlah pulau yang diklaim milik Aceh ke Sumatera Utara dinilai menjadi pemicu baru ketegangan di daerah. “Keputusan itu menimbulkan resistensi masyarakat Aceh karena dianggap mengabaikan kesepakatan sebelumnya,” ujar pakar tersebut.
Tak hanya itu, dugaan praktik tambang ilegal di Papua Barat serta persoalan investasi di kawasan wisata Raja Ampat juga disebut-sebut sebagai sumber kekecewaan publik. Di tingkat lokal, gelombang protes besar bahkan terjadi di Pati, Jawa Tengah, ketika ribuan warga menuntut kepala daerah mereka mundur.
Para pengamat menilai kemarahan publik tidak terlepas dari sosok-sosok politik yang selama ini lekat dengan lingkaran kekuasaan. Namun, semua tudingan tersebut masih berupa klaim yang perlu diuji lebih lanjut.
“Kesimpulannya, faktor dalam negeri lebih dominan. Yang membuat masyarakat marah adalah kebijakan dan komunikasi politik yang tidak efektif, bukan intervensi asing,” tegas pakar itu.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin