SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Maraknya penggunaan sound horeg dalam kegiatan masyarakat seperti hajatan, arak-arakan, hingga lomba-lomba yang identik dengan perayaan bulan kemerdekaan, mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk segera menyiapkan regulasi pengaturannya.
Dalam rapat koordinasi lintas sektor yang digelar di Gedung Negara Grahadi, Kamis malam (24/7/2025), Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menekankan pentingnya kehadiran aturan yang berpihak pada ketertiban bersama, namun tetap memberi ruang bagi ekspresi budaya masyarakat.
“Fenomena ini sudah menjadi perhatian luas, dan perlu ada jalan tengah yang tidak mematikan tradisi, tetapi juga tidak mengorbankan kenyamanan dan kesehatan publik,” tegas Khofifah dalam forum tersebut.
Rapat yang dipimpin langsung Gubernur Khofifah itu dihadiri Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, Karo Ops Polda Jatim Kombes Pol Jimmy Agustinus Anes, Kabidkum dan Intelkam Polda Jatim, Sekretaris MUI Jatim KH M. Hasan Ubaidillah, serta jajaran Kepala OPD terkait.
Dalam diskusi tersebut, masing-masing perwakilan menyampaikan pandangan dari sisi hukum, agama, sosial, hingga medis mengenai dampak penggunaan sound horeg yang volumenya bisa mencapai 100 desibel lebih.
“Kita mengupas isu ini dari semua sisi. Tidak hanya hukum dan budaya, tapi juga dari aspek lingkungan dan kesehatan yang selama ini luput dari perhatian,” jelas Khofifah.
Khofifah menjelaskan bahwa sound horeg berbeda dari sound system biasa. Bising yang ditimbulkan dari perangkat berdaya tinggi ini tidak jarang melampaui ambang batas aman, bahkan mengganggu masyarakat sekitar yang tidak terlibat langsung dalam acara tersebut.
“Ini bukan soal orang senang-senang, tapi soal hak orang lain untuk tenang. Kalau suaranya sampai 100 desibel dan lebih dari satu jam, itu sudah masuk kategori gangguan,” ujarnya.
Pihaknya menyebut beberapa wilayah yang kerap menerima laporan terkait hal ini antara lain Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, dan Malang.
Dalam waktu dekat, Pemprov Jatim akan menerbitkan regulasi yang bisa berupa Peraturan Gubernur (Pergub), Surat Edaran, atau Surat Edaran Bersama. Langkah cepat ini diambil lantaran Agustus identik dengan kegiatan masyarakat yang cenderung menggunakan sound horeg sebagai sarana hiburan.
“Kita harapkan awal Agustus aturan sudah rampung. Ini penting untuk mencegah gesekan sosial saat perayaan kemerdekaan,” ujar Khofifah.
Ia menambahkan, regulasi tersebut akan merinci secara teknis seperti ambang batas desibel, waktu penggunaan, serta sanksi jika melanggar ketentuan.
Untuk merumuskan aturan tersebut, Pemprov Jatim membentuk tim khusus yang terdiri dari unsur Polda Jatim, MUI Jatim, Kanwil Hukum dan HAM, tenaga medis, hingga tokoh masyarakat. Tim ini bertugas menyusun panduan berbasis kajian multidisipliner.
Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak menyampaikan bahwa Gubernur Khofifah mengawal langsung proses ini dari awal sampai akhir. Ia menyebut pentingnya aturan sebagai bentuk kepastian hukum bagi masyarakat.
“Kami ingin masyarakat punya panduan yang jelas. Selama ini definisi horeg sendiri masih multitafsir. Maka regulasi ini akan menetapkan batasan yang tegas dan adil,” kata Emil.
Pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur disebut Emil juga telah meminta arahan dari Pemprov. Pasalnya, tanpa regulasi yang mengikat, potensi konflik horizontal di tingkat lokal semakin besar—terutama menjelang Agustusan.
“Regulasi ini bukan hanya untuk pencegahan, tapi juga bagian dari pendidikan publik soal bagaimana menggunakan hak dengan tetap menghargai hak orang lain,” tutup Emil.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin